Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat perlu adanya konsistensi terhadap kemandirian pangan untuk menjaga neraca perdagangan Indonesia tetap positif di tengah berbagai krisis pangan dan energi.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini, Rabu (15/6/2022), mencatat ekspor sebesar US$21,51 miliar di Mei 2022 dan impor sebesar US$18,61 miliar. Artinya, neraca perdagangan Indonesia Mei 2022 mengalami surplus sebesar US$2,9 miliar.
Surplus ini jauh lebih rendah dari surplus April 2022 sebesar US$7,56 miliar. Ini merupakan surplus beruntun dalam 25 bulan terakhir.
Meski surplus, Indonesia berada di tengah bayang-bayang krisis pangan akibat ancaman perlambatan ekonomi yang melanda negara-negara mitra dagang Indonesia seperti India, China, Amerika Serikat, Thailand, dan Korea Selatan.
Negara-negara tersebut menunjukkan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat krisis pangan dan energi. Kondisi itu diperparah dengan kebijakan restriksi ekspor bahan pangan maupun mineral di berbagai negara.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menyampaikan satu-satunya cara untuk menjaga laju neraca perdagangan Indonesia yakni fokus kepada kemandirian pangan.
Baca Juga
“Kalau masalah neraca perdagangan, kembali sebetulnya yang paling penting itu menjaga kemandirian dari kita. Itu yang harus dikejar dari substitusi-substitusi yang perlu digarap,” ujar Hariyadi, Rabu (15/6/2022).
Pasalnya, Hariyadi melihat belum adanya aksi nyata untuk memandirikan pangan salah satunya gandum. Hingga saat ini Indonesia mengimpor gandum dari berbagai negara seperti Australia, Ukraina, dan Kanada.
Menurut data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), pada 2021 saja impor gandum dari Ukraina mencapai 26,8 persen atau 3,07 juta ton, di bawah Australia yang mencapai 4,48 juta ton atau 40,5 persen, dan diikuti Kanada sebesar 17 persen atau 1,88 juta ton.
“Contohnya gandum dari dulu bermasalah melulu, karena tidak pernah kita secara serius mensubstitusikannya kepada bahan baku lain seperti singkong, tetapi itu kan tidak dilakukan,” lanjut Hariyadi.
Dia melihat kemandirian pangan masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan agar masalah pangan dalam negeri pun tidak kembali bermasalah.
“Pemerintah belum konsisten untuk melaksanakan proses itu,” kata Hariyadi.
Sementara itu, sebelumnya Presiden RI Joko Widodo mewanti-wanti perihal kemandirian pangan harus menjadi prioritas di tengah krisis pangan dan pembatasan ekspor pangan sejumlah negara.
Presiden mengungkapkan sejumlah negara sudah mulai membatasi ekspor pangan sehingga kemandirian pangan menjadi hal yang sangat penting bagi Indonesia.
“Dari tiga negara yang sudah setop ekspor pangan, sekarang sudah menjadi 22 negara. Sehingga, sekali lagi, kemandirian pangan ini sangat penting,” katanya dalam sambutannya saat menghadiri Perayaan 50 Tahun HIPMI Tahun 2022, Jumat (10/6/2022), dikutip dari laman resminya.
Sementara untuk jagung, Jokowi menyampaikan bahwa tujuh tahun yang lalu Indonesia masih mengimpor 3,5 juta ton jagung. Tetapi, dia menyebut data terakhir pada kuartal I/2022 menunjukkan penurunan impor menjadi 800.000 ton.
“Artinya turun sangat drastis. Tetapi masih ada 800.000 tadi harus diselesaikan, siapa pun yang memiliki lahan, harus tanam jagung agar nggak impor lagi,” pungkasnya.