Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Proyek Ibu Kota Negara Hadapi Kesulitan Pendanaan

Otoritas investasi mengatakan pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) meminta INA untuk berburu dana pembangunan ibu kota baru atau IKN.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bermalam menggunakan tenda di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, Senin (14 Maret 2022) - BPMI Setpres.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bermalam menggunakan tenda di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, Senin (14 Maret 2022) - BPMI Setpres.

Bisnis.com, JAKARTA - Minimnya minat investor mengancam kebutuhan anggaran pembangunan ibu kota baru. Hal ini semakin dibebani oleh terbatasnya ruang fiskal pemerintah. 

Menghadapi jalan buntu, sejumlah pejabat negara untuk meminta bantuan dari Indonesia Investment Authority (INA) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) guna memburu investor.

Sumber Bisnis yang dekat dengan otoritas investasi mengatakan pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) meminta INA untuk berburu dana.

Akan tetapi, lembaga yang belum lama didirikan oleh Presiden Joko Widodo itu menolak dengan alasan pencarian investasi bukan merupakan tugas pokok dan fungsi utama INA.

INA memang beberapa kali berhasil memboyong investor luar negeri untuk menanamkan modalnya pada berbagai instrumen investasi di Tanah Air, baik di pasar saham maupun infrastruktur fisik.

Investasi itu dilakukan dengan catatan INA turut serta dalam penanaman modal. Artinya, INA bersama investor asing membentuk konsorsium untuk mengembangkan dana pada sebuah aset atau proyek.

Persoalannya, INA tak memiliki cukup dana kelolaan untuk turut serta berinvestasi di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sehingga membatasi ‘aksi jualan’ lembaga tersebut ke luar negeri.

Di sisi lain, pemerintah berulang kali mengklaim telah mendapatkan komitmen investasi dari sejumlah pemodal. Namun hingga saat ini pemangku kebijakan masih belum mempublikasikan nilai dari rencana penanaman modal tersebut.

Hengkangnya beberapa konsorsium beberapa waktu lalu kian mengimpit pemerintah, sedangkan pembangunan tahap awal direncanakan dieksekusi pada paruh kedua tahun ini.

Praktis, Otorita IKN hanya bisa mengandalkan kerelaan kementerian dan lembaga (K/L) untuk mengalokasikan sebagian dananya guna memenuhi kebutuhan pembangunan awal.

Saat dihubungi Bisnis, Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono membenarkan bahwa instansinya meminta bantuan lembaga pemerintah lain dalam mengeksekusi megaproyek tersebut, termasuk INA.

“Tentu Otorita IKN butuh dukungan dan kerjasama dgn seluruh institusi pemerintah,” kata dia kepada Bisnis, Senin (13/6).

Kendati demikian, Sidik menegaskan bahwa Otoritas IKN tidak lantas mengandalkan instansi pemerintah lainnya dalam melakukan perburuan investor.

Sejumlah strategi pun disiapkan, antara lain memberikan skema insentif fiskal bagi pemodal untuk merangsang gairan investasi.

Salah satunya adalah mengimprovisasi mekanisme tax holiday serta membebaskan pungutan retribusi pada tahap awal di IKN Nusantara. Sidik menambahkan, kebijakan fiskal itu disusun sebagai salah satu magnet penarik investor.

Dia menjelaskan, retribusi dalam konteks UU No. 3/2022 tentang Ibu Kota Negara dimaknai sebagai pungutan khusus IKN, dan belum akan diterapkan pada fase awal pembangunan.

“Retribusi/pungutan khusus IKN tersebut diterapkan secara bertahap pada saat aktivitas ekonomi di IKN sudah relatif cukup kuat sehingga bisa menjadi salah satu sumber pendanaan,” jelasnya.

Anggota Tim Transisi IKN Bidang Koordinasi Investasi yang juga Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan insentif yang disusun guna menarik minat investor tak hanya terkait dengan fiskal, juga termasuk nonfiskal.

“Insentif bisa fisal dan nonfiskal, sesuai dengan UU [IKN],” ujar Yon. 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pemerintah memang perlu menyediakan insentif ganda dalam rangka menarik minat investor.

Dia menilai penyesuaian tax holiday dan penghapusan sementara retribusi merupakan suatu keharusan, mengingat pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak akan menjadi proporsi yang besar dalam pembangunan IKN nanti.

“Kalau saya lihat ini memang perlu ditempuh,” kata Yusuf.

Dia menambahkan, mundurnya sejumlah konsorsium juga patut dijadikan sebagai alarm bagi pemerintah untuk mencari sumber-sumber alternatif lain.

Menurut dia, pembangunan IKN tak boleh mengganggu ruang belanja yang dimiliki pemerintah dalam APBN, bukan sebaliknya. Intinya, pemerintah perlu melihat seberapa besar ruang APBN untuk dimanfaatkan, baru kemudian dialokasikan untuk IKN.

Banyak Investor

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan bahwa banyak investor berminat membenamkan modalnya di proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

"Investor itu sudah banyak yang menanyakan dan mungkin sebentar lagi kita akan bertemu," katanya usai Ratas di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/6/2022). 

Namun, Suharso mengakui bahwa para investor tersebut masih menunggu aturan terkait investasi di IKN Nusantara. Dia pun telah menyampaikan persoalan tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pedomannya itu supaya lebih tegas tadi kita minta arahan Bapak Presiden. Dua minggu kedepan mudah-mudahan aturan itu selesai," katanya. Adapun, aturan yang dimaksud Suharso mengatur salah satunya pemberian insentif dan desentif kepada para investor. Insentif tersebut, sambungnya, termasuk insentif fiskal dan nonfiskal. 

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut total anggaran yang akan digunakan untuk pembangunan IKN Nusantara pada tahun ini senilai Rp5 triliun.

Menurut Kementerian PUPR, pembangunan di IKN akan menggunakan skema multi years contract (MYC), sehingga kebutuhan anggaran akan terus berlanjut hingga 2024. Adapun, Kementerian PUPR telah mematok usulan anggaran untuk pembangunan ibu kota baru hingga 2024 sebesar Rp43,73 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper