Bisnis.com, JAKARTA- Perubahan pola operasi KRL Commuter Line sebab switch over atau SO 5 Stasiun Manggarai diminta untuk dievaluasi kembali. Pola transit di Stasiun Manggarai untuk lintas Bogor dan Bekasi/Cikarang diminta agar dikembalikan seperti semula atau sebelum SO 5.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menyampaikan bahwa pengguna jasa KRL Commuter Line berharap agar pola operasi di Manggarai kembali seperti sebelumnya, yakni rute Bogor/Depok tidak perlu transit di Manggarai untuk menuju Tanah Abang/Sudirman/Angke.
Menurut Deddy, pengguna KRL selama ini lebih banyak datang dari arah Bogor/Depok. Sehingga, keharusan untuk transit di Manggarai seperti pola operasi baru saat ini dinilai justru menyulitkan pengguna jasa.
"Harapan pengguna KRL bahwa layanan di Manggarai dikembalikan seperti sedia kala, yakni pengguna terbanyak dari Bogor/Depok bila mau ke Sudirman/Tanah Abang tidak perlu transit. Kesuksesan transportasi umum adalah meminimalisasi transit bukan malah menambah transit," terangnya melalui keterangan resmi, Selasa (7/6/2022).
Berdasarkan data sebelum pandemi Covid-19, pengguna KRL mayoritas berasal dari Bogor/Depok sebesar 59,34 persen. Setelah itu, jumlah pengguna terbesar diikuti oleh Rangkasbitung/Serpong 16,30 persen, Bekasi/Cikarang 15,97 persen, dan Tangerang 8,40 persen.
Untuk itu, Deddy menilai perubahan pola operasi yang berlaku saat ini ironis. Karena, jumlah penumpang dari Bogor/Depok yang terbesar justru harus transit terlebih dahulu.
Baca Juga
"Sebenarnya kondisi sebelum SO5, transit di Manggarai sudah adil, artinya pengguna KRL dari loop/feeder Angke/Tanah Abang/ Sudirman tujuan Bogor/Depok tidak perlu transit lagi," ujarnya.
Deddy mencatat bahwa perubahan pola operasi setelah SO 5 menambah waktu perjalanan bagi pengguna KRL Bogor sekitar 10-20 menit. Belum lagi, kapasitas dari Stasiun Manggarai dinilai belum memadai untuk menampung pengguna KRL yang semakin banyak, terutama dari arah Bogor, karena harus transit.
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebelumnya mencatat bahwa jumlah pengguna transit di Stasiun Manggarai mencapai 120.000 orang setiap harinya. Deddy menilai Stasiun Manggarai kurang layak untuk melayani banyaknya penumpang sebanyak itu.
"Kemampuan stasiun masih kurang layak untuk menampung jumlah pengguna transit 120.000 orang / hari. Kurang layaknya adalah karena ruang akses transitnya terbatas, jumlah tangga kurang dan lebar tangga kurang mencukupi," jelasnya.
Di sisi lain, Deddy menilai terdapat potensi penumpukan penumpang di Stasiun Manggarai. Berdasarkan hitungannya, apabila perjalanan dari Bogor/Depok setelah SO 5 saat ini sebanyak 167, sedangkan loop Bekasi/Cikarang menuju Tanah Abang/Sudirman/Angke sebanyak 75, maka perbandingan jumlah perjalanan KRL antara dua rute tersebut tidak seimbang.
"Berbanding 1 : 2,2 sehingga tidak dapat dikatakan sebagai integrasi jadwal KRL. Dengan asumsi KRL loop feeder dengan headway rata-rata 10 menit, bila berbanding 1 : 2,2 maka pengguna lintas Bogor/Depok berpotensi menunggu headway sampai 20 menit di Manggarai bila akan melanjutkan ke Sudirman atau Tanah Abang," jelasnya.
Untuk itu, Deddy menyarankan agar pola operasi Bogor dan Bekasi/Cikarang dikembalikan seperti sebelum SO 5. Namun, apabila tidak berubah, dia memberikan sejumlah saran yakni:
Instran mendorong agar perbandingan perjalanan kereta api disamaratakan menjadi 1:1 antara Bogor dan Bekasi/Cikarang. Apabila jumlah sarana KRL masih terbatas, paling tidak harapan perbandingannya 1:1,5 guna menghindari penumpukan di Manggarai.
Selain itu, Instran menilai harus dirancang pola transit dapat dilakukan hanya dalam satu peron dengan 2 jalur lintas KRL berbeda tujuan, atau satu jalur untuk satu peron dengan dua lintas KRL tujuan yang berbeda untuk transit.
"Dalam desain seperti ini akan lebih memudahkan pengguna KRL dalam transit, sehingga tidak perlu repot bersusah-payah naik turun lantai 1 dan 3 untuk transit," tutupnya.