Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Berharap Kunjungan PM Australia ke Indonesia Bisa Perkuat IA-CEPA

Kadin berharap kunjungan PM Australia Anthony Albanese dapat memajukan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia.
PM Australia Anthony Albanese dan Presiden Jokowi bersiap bersepeda di sekitaran Istana Kepresidenan Bogor, Senin (6/6/2022) / Sekretariat Presiden
PM Australia Anthony Albanese dan Presiden Jokowi bersiap bersepeda di sekitaran Istana Kepresidenan Bogor, Senin (6/6/2022) / Sekretariat Presiden

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha Indonesia menyambut baik kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Indonesia. Kunjungan PM Anthony Albanese diharapkan dapat memajukan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri Shinta Widjaja Khamdani mengatakan ada sejumlah isu yang dibahas dalam kunjungan PM Australia ke Indonesia mulai dari isu ekonomi, politik hingga keamanan.

Shinta berharap kunjungan PM Anthony Albanese ke Indonesia dapat mendorong peningkatan pemanfaaatan persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA).

Hal tersebut disampaikan Shinta yang juga merupakan Ketua Penyelenggara B20 Indonesia usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Albanese dan delegasi pelaku usaha Australia, Senin (6/6/2022)

"Kunjungan ini memberikan sinyal yang sangat positif dan encouraging bagi pelaku usaha Indonesia, bukan hanya terhadap potensi peningkatan hubungan ekonomi bilateral kedua negara, tetapi juga terhadap stabilitas pemulihan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan nasional pasca pandemi,” kata Shinta lewat keterangan tertulis, Selasa (7/6/2022).

Dalam 2 tahun sejak berlakunya IA-CEPA pada Juli 2020, total nilai perdagangan Indonesia-Australia mengalami peningkatan yang pesat, dari US$7,8 juta di tahun 2019 menjadi US$12,6 juta. Namun, bila dilihat arus perdagangannya, peningkatan impor Indonesia terhadap produk Australia jauh lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor Indonesia ke Australia.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor Indonesia dari Australia meningkat sebesar 70,8 persen dari US$5,5 juta di 2019 menjadi US$9,4 juta di 2021. Sementara itu, ekspor Indonesia ke Australia pada saat yang sama meningkat sebesar 34,8 persen, dari US$2,3 juta di 2019 menjadi US$3,2 juta di 2021.

Data UN Trademap menunjukkan bahwa struktur ekspor Indonesia ke Australia lebih didominasi oleh produk bernilai tambah, seperti komponen produk elektronik, permesinan, besi-baja dan produk berbahan dasar kayu. Pasca IA CEPA pun kinerja ekspor produk-produk ini mengalami peningkatan pesat di mana semua produk ekspor unggulan tersebut mencatatkan kinerja ekspor tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

"Jika dilihat dari sisi investasi, Australia merupakan sumber FDI yang relatif cepatrebound hingga pada 2021," ungkap Shinta.

Sejumlah proyek investasi Australia di Indonesia sudah hampir kembali pada level pre-pandemi. Investasi ini diperkirakan akan terus meningkat, mengingat arus investasi Australia ke Indonesia, khususnya di sektor jasa, sempat tersendat sepanjang pandemi karena pembatasan mobilitas internasional dan penundaan pelaksanaan beberapa komitmen kerjasama seperti pertukaran tenaga ahli dan profesional.

Booming impor Indonesia dari Australia pasca IA CEPA sejak 2021 tidak terlepas dari peran pembentukan powerhouse industri pangan nasional dengan Australia. Meskipun terdapat faktor kenaikan harga komoditas pangan sepanjang 2021, peningkatan impor Indonesia dari Australia disebabkan oleh impor atas gandum yang melonjak hingga 532 persen dibandingkan 2019.

Adanya, kombinasi antara pembentukan rantai pasok ekportir gandum Australia dengan industri makanan dan minuman nasional dengan pemanfaatan IA-CEPA oleh Australia menciptakan pertumbuhan kinerja perdagangan yang jauh lebih eksponensial.

Perbedaan ini terlihat pada peningkatan impor batu bara yang mencapai 61 persen yang hanya ditopang oleh kenaikan harga komoditas energi di sepanjang 2021, meskipun faktor kenaikan harga batu bara sepanjang 2021 jauh melebihi kenaikan harga gandum.

Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan IA-CEPA oleh Indonesia di masa mendatang untuk mendongkrak kinerja ekspor ke Australia, bukan hanya perlu ditingkatkan dari segi kuantitas ekspor, tetapi juga perlu difokuskan pada pembentukan rantai pasok dan powerhouse, khususnya untuk produk-produk bernilai tambah nasional yang tidak hanya bisa dipasarkan di Australia, tetapi juga pasar-pasar tujuan ekspor lain di dunia.

Shinta memaparkan, upaya pemerintah dalam peningkatan pemanfaatan IA-CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu memperhatikan beberapa hal seperti aspek sosialisasi, edukasi dan asistensi, eksplorasi dan keberlanjutan. Aspek sosialisasi, imbuhnya, sebaiknya tidak sekedar menginformasikan tetapi juga mengedukasi penggunaan preferensi dagang dan investasi yang dimiliki oleh pelaku usaha Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar yang lebih baik ke Australia melalui IA CEPA.

“Aspek edukasi dan asistensi/bantuan, khususnya dalam hal kepatuhan perdagangan dan pemenuhan standar pasar Australia yang jauh di atas standar pasar yang berlaku di Indonesia dari segi sanitary dan phytosanitary maupun dari segi teknis pedagangan, termasuk penilaian kesesuaian terhadap standarnya," ujarnya.

Mengenai aspek keberlanjutan, Shinta mengatakan karena perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang dinamis, maka bila Indonesia ingin terus meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi dengan Australia melalui IA-CEPA, Indonesia perlu terus menerus meningkatkan daya saing iklim usaha nasional, meningkatkan daya saing produk ekspor nasional di pasar tujuan, dan memfasilitasi pelaku usaha/eksportir nasional untuk terus melakukan ekspansi pasar.

"Dukungan Pemerintah untuk pemanfaatan IA CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus (sustainable) untuk menghasilkan kinerja ekonomi yang optimal di masa mendatang," kata Shinta.

Shinta menyebut pemanfaatan IA-CEPA juga perlu dilihat dalam konteks pencapaian target pembangunan nasional dan peningkatan kompetensi dan daya saing industri nasional, khususnya di sektor-sektor di mana Australia masih lebih kompetitif dibandingkan Indonesia.

Hal ini merujuk pada beberapa sektor seperti sektor pertanian, peternakan, pendidikan, kesehatan, energi terbarukan, penelitan dan pengembangan (R&D) manufaktur dan sektor jasa lainnya. Untuk itu, pelaku usaha Indonesia menyambut baik agenda kerja sama yang dibawa oleh PM Albanese di bidang energi terbarukan yang sejalan dengan agenda prioritas G20 dan B20 Indonesia dan didukung oleh kehadiran Mark Barnaba, Deputy Chair dari Fortescue Metals Group serta David Griffin, CEO dari Sun Cable, perusahaan pembangkit listrik tenaga surya.

“Momentum kunjungan PM Albanese perlu dimanfaatkan untuk mengakselerasi pembentukan kerjasama-kerjasama ini, khususnya dengan melibatkan lebih banyak lagi pelaku usaha Indonesia di dalam proses pembentukan rantai pasok dan pemanfaatan IA-CEPA, untuk memastikan IA-CEPA memberikan manfaat yang sama besarnya terhadap pelaku usaha sektor riil di Indonesia seperti halnya kepada pelaku usaha di Australia,” ungkap Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper