Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengevaluasi (review) perjanjian dagang kerja sama Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada tahun depan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan evaluasi Perjanjian Dagang IA—CEPA itu di lakukan untuk meningkatkan kerja sama, baik bagi Indonesia dah Australia.
“Dalam rangka optimalisasi implementasi Indonesia Australia—CEPA, maka pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk melakukan review tahun depan,” kata Budi dalam perayaan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Dia berharap evaluasi perjanjian kerja sama ini ke depan bisa menggenjot neraca perdagangan antara Indonesia dan Australia.
“Sehingga kami ingin evaluasi untuk lebih meningkatkan hubungan kerja sama [perjanjian IA—CEPA], khususnya kerja sama ekonomi dan bidang perdagangan,” imbuhnya.
Dia menjelaskan evaluasi perjanjian dagang ini merupakan komitmen antara Indonesia dan Australia untuk lebih meningkatkan hubungan kerja sama dengan lebih baik.
Baca Juga
“Kita cari mana yang masih bolong dan sebagainya agar lebih perkembangan hubungan ekonomi lebih,” ungkapnya.
Pasalnya, Budi mengungkap Indonesia memiliki 19 perjanjian dagang. Sayangnya, baru 80% yang memanfaatkan perjanjian dagang tersebut.
“Artinya baru 80% yang menggunakan SKA preferensi. Nah, kita harus evaluasi dulu ke dalam apakah salah satu masalahnya itu,” tuturnya.
Kendati demikian, Budi menyebut Indonesia Australia CEPA telah memberikan kerangka kerja sama yang lebih strategis sejak diberlakukannya pada 5 Juli 2020.
Selama lima tahun terakhir, Budi mengeklaim ekspor Indonesia mengalami tren peningkatan sebentar 14,46%. Begitu pula dengan Australia yang mencatatkan kenaikan ekspor sebesar 17,42% dalam lima tahun terakhir.
“Kemudian juga di bidang jasa kami juga mencatat tren pertumbuhan perdagangan jasa Indonesia ke Australia sebesar 19,16% dan juga Indonesia—Australia CEPA mendorong peningkatan arus investasi dari Australia ke Indonesia atau sebaliknya,” terangnya.
Terlebih, Budi menjelaskan bahwa tujuan dari perjanjian dagang adalah untuk meningkatkan perdagangan ataupun volume ekspor perdagangan.
“Nah kebetulan sekarang memang Indonesia yang selalu defisit. So Mr. Ambassador [Duta Besar Australia untuk Indonesia Rod Brazier], our trade relations are our shared responsibility. Jadi tanggung jawab bersama bagaimana kita meningkatkan hubungan perdagangan Indonesia dan Australia,” ujarnya.
Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Australia menjadi salah satu negara penyumbang defisit neraca dagang Indonesia sepanjang Januari—Mei 2025. Sepanjang periode ini, Australia menyumbang defisit senilai US$2,11 miliar. Pada periode yang sama 2024, defisit juga menyumbang defisit US$2,13 miliar.