Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa anggaran belanja perlindungan sosial dari pemerintah pusat mencapai 42 kali lipat daripada pemerintah daerah. Padahal, seharusnya dalam sistem desentralisasi semestinya pemerintah daerah memberikan perlindungan lebih optimal.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengenai evaluasi APBN Tahun Anggaran 2022, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), dan dana transfer daerah dalam RAPBN 2023. Rapat itu berlangsung di Gedung DPD, Jakarta pada Selasa (7/6/2022).
Dia menyebut bahwa pemerintah menggelontorkan sejumlah belanja untuk melindungi dan meningkatkan produktivitas masyarakat, terutama selama pandemi Covid-19. Hal itu mencakup belanja kesehatan, perlindungan sosial (perlinsos), pendidikan, dan infrastruktur.
Sri Mulyani menyebut bahwa dalam sistem otonomi dan desentralisasi, semestinya pemerintah daerah berperan besar dalam belanja untuk melindungi dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Namun, selama pandemi, ternyata belanja perlindungan sosial didominasi oleh anggaran pemerintah pusat.
"Belanja perlinsos sudah di atas Rp400 triliun dalam tiga tahun berturut-turut [selama pandemi Covid-19]. Belanja sosial dari APBD berapa coba? Cuma Rp11 triliun. Pemerintah pusat mengeluarkan belanja sosia selalu di atas Rp400 triliun, bahkan pernah mendekati Rp500 triliun pada 2020," ujar Sri Mulyani pada Selasa (7/6/2022).
Belanja perlindungan sosial pada 2020 tercatat senilai Rp498 triliun, lalu pada 2021 menjadi Rp469,4 triliun, dan pada 2020 menjadi Rp431,5 triliun. Rata-rata belanja perlinsos pemerintah pusat dalam tiga tahun terakhir adalah Rp466 triliun.
Baca Juga
Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani bahwa belanja perlinsos daerah hanya Rp11 triliun, maka perbandingan belanja daerah dengan pusat menjadi satu banding 42.
Menurut Sri Mulyani, perbandingan itu tidak berlaku bagi anggaran pendidikan, karena belanjanya sangat besar di pemerintah daerah. Namun, realisasinya kerap didominasi oleh belanja pegawai, yakni untuk gaji tenaga kerja dan honorer.