Bisnis.com, JAKARTA – Stasiun Manggarai akan dijadikan stasiun pusat yang melayani KRL Jabodetabek, kereta bandara, dan kereta jarak jauh. Persiapan yang matang pada sisi layanan dan fasilitas harus dipastikan untuk menunjang kenyamanan para pengguna nantinya.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyampaikan bahwa proyek besar tersebut harus dipersiapkan secara matang. Berbagai aspek perlu diperhatikan seperti kekhawatiran publik terkait dengan penumpang yang menumpuk di Stasiun Manggarai perubahan dari beragam infrastruktur di dalamnya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menyampaikan kepadatan maklum terjadi di Stasiun Manggarai yang dinilai merupakan stasiun modern. Kepadatan bisa diatasi dengan infrastruktur dan pelayanan yang memadai.
"Pastinya padat, kalau tidak padat bukan stasiun modern, yang penting daya dukungnya memadai baik di dalam stasiun maupun di luar stasiun. Saat ini Stasiun Manggarai dinilai masih mengantongi masalah dalam infrastruktur pelayanan ke konsumen," jelasnya, Minggu (5/6/2022).
Djoko menyebut saat ini Stasiun Manggarai memiliki beberapa permasalahan yang berpotensi menganggu fungsinya sebagai stasiun sentral. Permasalahan paling mendesak, lanjutnya, yakni akses menuju stasiun yang kurang memadai karena jalanya sempit serta lingkungan sekitar yang padat, semrawut, dan tidak teratur.
Selain itu, Akademisi Unika Soegijapranata itu menyebut ruas jalan Tambak dan jalan Manggarai Utara merupakan jalan yang sempit. Selain itu, terdapat beberapa titik penyempitan jalan yang dinilai menjadi penyebab kemacetan seperti terowongan lintas bawah Manggarai, area drop off depan stasiun, dan jembatan dekat pintu air.
Baca Juga
"Oleh sebab itu, bila rencana ini benar terjadi, agar pemerintah menuntaskan problem tersebut lebih dahulu. Salah satunya memikirkan daya tampung dari Stasiun Manggarai," kata Djoko.
Stasiun Manggarai tengah disiapkan untuk dilintasi oleh KA jarak jauh serta sebagai pusat perlintasan kereta bandara dan KRL. Oleh sebab itu, fungsi Stasiun Gambir akan beralih menjadi stasiun biasa sebagaimana stasiun lain yang dilintasi KRL.
Dengan segala kekurangan yang perlu diatasi ke depannya, Djoko meyakini pemusatan di Stasiun Manggarai bisa mengatasi sejumlah permasalah di stasiun tersebut misalnya terkait dengan bottleneck.
Hal tersebut salah satunya berkat peralihan sinyal atau switch over (SO) sebagai upaya menata lalu lintas kereta di dalam Stasiun Manggarai. Adapun, pengembangan Stasiun Manggarai memang didesain untuk perencanaan pengembangan jika kapasitas penumpang sudah semakin tinggi.
"Kendati demikian, yang perlu diperhatikan jika Stasiun Manggarai menjadi pusat perlintasan dan persinggahan kereta maka akses atau jangkauannya perlu ditambah," terang Djoko.
VP Corporate Secretary Anne Purba sebelumnya menjelaskan bahwa perubahan pola operasi di Stasiun Manggarai, yang memengaruhi pola perjalanan dari/ke arah Bogor dan Bekasi/Cikarang, sebagai dampak dari SO ke-5 diperlukan untuk mengembangkan Stasiun Manggarai sebagia stasiun pusat.
Anne menyebut saat ini progres pengembangan Stasiun Manggarai masih berjalan 60 persen. Artinya, masih ada 40 persen pekerjaan yang harus diselesaikan termasuk beberapa SO lagi ke depannya.
"Untuk SO 6 dan 7 ini adalah pengoperasian jarak jauh yang akan ada di Manggarai, kemudian soal persinyalan dan mengatasi soal antrean. Untuk SO berikutnya ini [setelah SO 5] tentu tidak mengubah secara keseluruhan dari loop lin, tapi hanya operasi saja," kata Anne, Jumat (27/5/2022).