Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Pajak Karbon, Anak Buah Menteri Sri Mulyani Bicara Keterlambatan

Pajak karbon merupakan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan itu semestinya sudah berlaku bersamaan dengan pemberlakuan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), yakni pada 1 April 2022.
Ilustrasi suasana instalasi panel surya dari ketinggian di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Penggunaan pembangkit listrik tenaga surya ini sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Bisnis/Himawan L Nugraha
Ilustrasi suasana instalasi panel surya dari ketinggian di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Penggunaan pembangkit listrik tenaga surya ini sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia sudah merancang pemberlakuan kebijakan pajak karbon pada 1 April 2022, tetapi tertunda karena aturan yang belum rampung. Rencananya, aturan baru akan hadir dan dijalankan pada Juli 2022. Lalu bagaimana perkembangannya?

Pengenaan pajak karbon merupakan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan itu semestinya sudah berlaku bersamaan dengan pemberlakuan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), yakni pada 1 April 2022.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengakui memang terdapat keterlambatan implementasi pajak karbon dari rencana awal. Pemerintah saat ini sedang mematangkan regulasi pajak karbon agar dapat segera berlaku.

"Memang sedikit delay. Kami sedang bekerja keras menyelesaikan regulasinya dengan Badan Kebijakan Fiskal [BKF]. Ini juga ada menentukan nilai ekonomis karbon, yang sedang disiapkan, kita tunggu saja," ujar Yoga pada pekan lalu.

Sebelumnya, Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menyebut bahwa implementasi pajak karbon bukan hanya mengacu kepada UU HPP. Instrumen pajak itu pun berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Perpres itu mengatur tentang nilai ekonomi karbon, yang salah satu instrumennya berkaitan dengan implementasi pajak karbon. Menurut Febrio, rangkaian kebijakan itu bertujuan untuk menjaga aktivitas ekonomi dapat selaras dengan upaya menekan emisi karbon dan menangani persoalan krisis iklim.

Berbagai regulasi itu berlaku sesuai kerangka kebijakan fiskal Climate Change Fiscal Framework, yang bertujuan mencapai penurunan emisi karbon. Setiap tahunnya terdapat alokasi biaya untuk menekan emisi karbon.

Kerangka kebijakan fiskal itu mencakup aspek penerimaan dan belanja negara. Misalnya, dari sisi penerimaan pemerintah menyusun kebijakan pajak karbon, melengkapi skema pasar perdagangan karbon (carbon trade) yang berlaku secara global.

"Di tengah menyiapkan semua aturan perundangan ini [turunan dari UU HPP] secara konsisten, kami melihat ruang untuk menunda penerapan dari pajak karbon ini dari yang semula 1 April 2022 ini dapat kita tunda ke sekitar Juli," ujar Febrio, belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper