Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akhir Subsidi Minyak Goreng, Inflasi & Membaca Arah Ekonomi

Badan usaha milik negara (BUMN) diminta mengambil peran lebih besar dalam suplai minyak goreng mengingat Indonesia merupakan pemasok CPO terbesar di dunia.
Ilustrasi sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Halaman Kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Halaman Kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan seperti Bulog ataupun ID Food diminta mengambil peran lebih besar agar harga minyak goreng (migor) dapat terkendali di pasaran. 

Fithra Faisal, Ekonom Universitas Indonesia yang juga Direktur Eksekutif lembaga kajian Next Policy menuturkan setelah Presiden Joko Widodo membuka kembali keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pemerintah meyakini permasalahan minyak goreng diharapkan bisa segera tuntas. 

"[Realitasnya] 100 persen pelarangan memang belum bisa menjadi solusi karena justru menimbulkan gejolak harga CPO dunia, mengingat Indonesia menyumbang 56 persen dari pasar ekspor cpo dunia. Justru ini [pelarangan ekspor CPO dan produk turunan sawit] akan semakin membebani produsen migor, karena adanya diskoneksi dengan produsen CPO, dimana harga justru didapat dari harga lelang yang terpapar harga internasional. Pelajaran yang didapat, kelebihan dari sisi hulu tidak sepenuhnya dapat diserap sisi hilir," kata  Faisal dikutip dari laman media sosialnya dan mengizinkan Bisnis untuk mengutip, Selasa (31/5/2022). 

Dengan realitas penghentian ekspor tidak membuat harga minyak goreng di dalam negeri turun sesuai yang ditargetkan, Faisal mengatakan pemerintah perlu mengambil peran lebih besar. Terutama mengoptimalkan badan usaha milik negara (BUMN) yang mengurusi pangan seperti Bulog maupun ID Food.  

"Perlu peningkatan kontrol dan kuasa supply [negara] lewat jalur BUMN, dan bahkan me-leverage peran ini dalam skala bilateral dan regional, ke depan gejolak dari supply akan sangat mendominasi input produksi dan bahan baku," katanya mengingatkan. 

Sementara itu, program subsidi harga minyak goreng murah akan berakhir pada hari ini, Selasa (31/5/2022) pada pukul 23.59 WIB.

Seperti diketahui, program subsidi minyak goreng curah tersebut menggunakan skema subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebagai gantinya, program ini akan menggunakan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

“Determinasi [pencabutan subsidi] minyak goreng curah ini pada 31 Mei 2022,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika, Rabu (25/5/2022).

Berhentinya program subsidi minyak goreng curah ini juga sejalan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Pada hari terakhir berlakunya subsidi minyak goreng curah, harga komoditas ini sudah menunjukkan penurunan meski masih jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) senilai Rp14.000 per liter.

Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) hari ini, Selasa (31/5/2022), harga minyak goreng curah turun 0,54 persen dibandingkan kemarin menjadi Rp18.300 per liter.

Selain itu, harga minyak goreng kemasan bermerek I dan II berada pada harga masing-masing Rp26.500 dan Rp25.450 per liter. 

Proyeksi Perekonomian

Faisal yang pernah menjadi advisor di Kementerian Perdagangan selama 10 bulan dan juru bicara selama 4 bulan itu (Maret 2020-Februari 2021) itu menyebutkan dari sisi makro ekonomi, saat ini pemerintah tengah bekerja melakukan penurunan defisit  APBN sesuai dengan amanat undang-undang. 

Dengan langkah mengurangi defisit ini, dia menilai, penyusunan proyeksi makro yakni patokan pertumbuhan ekonomi 2023 antara 5,3 sampai 5,9 persen sesuai konsensus. "Rentang tertinggi berasal dari forecast IMF di 6 persen, sementara Bank Dunia dan Bloomberg di 5,3 persen," katanya.

Sedangkan tantangan ekonomi ke depan, Fithra mengingatkan ancaman inflasi terutama dari produk yang dipasok dari pasar internasional ataupun mekanisme penentuan harganya berdasarkan lelang di pasar global. 

"Saya masih melihat sumber volatilitas [perekonomian ke depan] terbesar akan berasal dari sisi supply, yang akan merambat luas ke perekonomian lewat jalur imported inflation. Mekanisme transmisi via jalur imported inflation bisa menimbulkan efek kontraksi ekonomi antara 0.6 persen - 0.8 persen. Simply said, waspada inflasi," katanya mengingatkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper