Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelik! Perekrutan Nakes Honorer untuk PPPK Dihantui Banyak Hambatan

Merujuk data Apkesmi, dari sekitar 10.373 puskesmas di Indonesia, komposisi tenaga kesehatan honorer mencapai 60-70 persen, sedangkan yang berstatus ASN hanya 30-40 persen.
Tenaga kesehatan menyuntikkan cairan vaksin dosis ketiga kepada warga lansia saat vaksinasi booster Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Tenaga kesehatan menyuntikkan cairan vaksin dosis ketiga kepada warga lansia saat vaksinasi booster Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Puskesmas Indonesia (Apkesmi) mencatat jumlah tenaga kesehatan honorer di seluruh wilayah Indonesia jauh lebih banyak dari tenaga kesehatan yang berstatus Aparatur Sipil Negara atau ASN.

Merujuk data Apkesmi, dari sekitar 10.373 puskesmas di Indonesia, komposisi tenaga kesehatan (nakes) honorer mencapai 60 hingga 70 persen, sedangkan yang berstatus ASN hanya 30 sampai 40 persen.

Ketua Umum Forum Tenaga Kesehatan Honorer (FTKH) Bambang Utomo meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk memperbanyak jumlah formasi sehingga tenaga kesehatan dapat terserap dalam Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mulai 2022, pemerintah memprioritaskan nakes honorer untuk mengikuti seleksi menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh fasyankes di Indonesia. Pada rekrutmen ASN 2021, jumlah formasi nakes tercatat kedua terbanyak setelah guru tetapi masih tergolong sangat sedikit.

Data Kemenkes mencatat tahun lalu kebutuhan tenaga dosen untuk PNS sebanyak 198 orang, tenaga teknis untuk PNS sebanyak 638 orang. Sementara itu jumlah kebutuhan PNS untuk nakes sebesar 2.963 orang dengan kebutuhan PPPK sebanyak 398 orang.

Hingga 1 April 2022 nakes non ASN yang sudah terdaftar oleh Kemenkes sebanyak 213.249 orang. Rencananya pembukaan formasi baru PPPK Nakes akan dilakukan bertahap sampai 2023 dengan beberapa kriteria prioritas. 

“Kami memohon dan berharap dukungan dari Komisi IX DPR RI supaya Pak Menkes berani bersuara menyampaikan aspirasi kami, supaya kami diberikan formasi yang banyak, supaya nakes ini segera selesai, tidak ada lagi nakes honorer,” harap Bambang saat menyampaikan aspirasinya di Rapat Panja Komisi IX DPR RI, Senin (23/5/2022).

Untuk itu, Bambang meminta kepada pemerintah dan Kemenkes untuk memperbanyak formasi bagi tenaga kesehatan.

Berkembangnya isu bahwa tidak ada lagi pekerja dengan status honorer pada 2023 membuat gelisah para nakes honorer karena akan kalah saing dengan para lulusan baru.

“Kita berharap di KemenPANRB dan Kemenkes memberikan formasi yang sesuai dengan jumlah nakes honorer yang ada. Adanya dukungan afirmasi dengan tiga prioritas berdasarkan  masa kerja, usia, dan sertifikat keahlian menjadi pertimbangan untuk nakes honorer,” lanjut Bambang. 

Tak Semua Nakes Honorer Dapat Diangkat Jadi PPPK

Pada kenyataannya, tidak semua nakes honorer di fasilitas pelayanan kesehatan tercatat sebagai nakes yang dibuktikan dengan surat tanda registrasi (STR).

Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya menyampaikan di tengah pendataan nakes honorer, sejumlah data menunjukkan bahwa tidak selalu nakes honorer yang direkrut itu sesuai dengan aturan yang ada.

Menurutnya, kondisi yang terjadi di lapangan seringkali menunjukkan beberapa pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang merekrut tenaga kesehatan sebenarnya bukan tenaga kesehatan.

“Misalnya untuk petugas kesling, dia nggak menggunakan sarjana kesling, diploma III, atau diploma IV kesling. Tenaga mana saja yang direkrut, karena dianggapnya itu juga bisa, kalau tenaga lain seringkali kita menemukan mereka merekrut yang bukan tenaga kesehatan. Akhirnya mereka terima-terima saja digaji berapa,” jelas Arianti, Selasa (24/5/2022). 

Berdasarkan pendataan tersebut, terbukti sekitar 40 persen honorer bukan merupakan nakes. Kondisi ini mengkhawatirkan pekerjaan mereka karena tidak dapat direkrut menjadi PPPK akibat latar belakang pendidikan yang bukan nakes.

“Mereka bertahun-tahun bekerja, digaji, mungkin mereka juga mikir ya sudahlah gapapa dari pada susah cari kerja. Tapi ketika ada kesempatan seperti ini gak mungkin kita menyalahi undang-undang kan. Tenaga kesehatan itu harus dibuktikan dengan STR, minimal diploma III,” lanjut Arianti.

Lebih banyaknya jumlah honorer dari ASN terjadi karena jumlah formasi perekrutan nakes untuk ASN tergolong sangat sedikit. Padahal Kemenkes memiliki Poltekkes di seluruh provinsi di Indonesia untuk mencetak 7 jenis nakes yang dibutuhkan Puskesmas.

Supply gak ada masalah, hanya proses perekrutan ASN ini memang formasinya belum terlalu besar, itu yang menjadi permasalahan. Untuk mengatasi ini diambil lah honorer,” ujar Arianti.

Pada dasarnya, masalah pengangkatan PPPK ini bukan hanya terjadi di Kemenkes saja, tetapi juga di kementerian lainnya. Kemungkinan, kata Arianti, honorer yang tergolong bukan nakes dapat direkrut PPPK tetapi bukan untuk formasi nakes, tapi posisi yang lain.

Butuh Dukungan Pemda

Kemenkes pun membutuhkan bantuan dari Pemda untuk pemerataan nakes terutama dari sisi medis yakni dokter. Meski Kemenkes memiliki pemerataan, bila Pemda tidak ada kerja sama, maka tidak akan tersedia kebutuhan dokter di setiap daerah.

Upaya pemerataan nakes terus dilakukan bahkan sejak belasan tahun lalu. Pada 2010, Kemenkes menghadirkan program internship bagi dokter untuk ditempatkan di berbagai daerah selama 1 tahun, 6 bulan di Puskesmas dan 6 bulan di rumah sakit. Hadirnya program Nusantara Sehat sejak 2015 juga mendorong pengisian tenaga medis di banyak Puskesmas di Indonesia.  

“Kita mengirimkan 9 jenis tenaga kesehatan ini agar dapat ditempatkan di daerah-daerah yang masih kosong. Walaupun kita tidak bisa meng-cover semua puskesmas yang ada karena anggarannya cukup besar dan bersifat temporary,” jelas Arianti.

Kemenkes berharap adanya kerja sama dengan pemerintah daerah setempat terkait upaya pemenuhan nakes di daerah melalui program-program tersebut.

Kemenkes berharap seharusnya dengan program ini, Pemda dapat merekrut tenaga medis yang sudah terbukti kinerjanya dari program Nusantara Sehat. Arianti menegaskan butuh bantuan Pemda untuk melanjutkan karena Kemenkes tidak dapat memenuhi secara terus menerus.

“Pemda diharapkan mengalokasikan anggaran untuk melanjutkan keberlangsungan program yang telah diinisiasi,” lanjutnya.

Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia per 30 Mei 2022, terdapat sebanyak 202.794 dokter yang terdiri dari dokter umum sebanyak 159.810 dan dokter spesialis sekitar 42.984 orang.

Masih ada beberapa daerah yang kekurangan dokter umum seperti di Maluku utara yang hanya memiliki 544 dokter dengan luas wilayah yang cukup luas.

Saat ini pun Kemenkes mulai mengembangkan satu sistem yang bekerjasama dengan fakultas kedokteran dan poltekkes yang ada, yakni academic health system.

“Sistem pengampunan kepada seluruh universitas di Indonesia FK khususnya, mahasiswa lulusan universitas di daerah dapat mengabdi untuk daerahnya masing-masing terutama yang masih kosong. Ini program besar yang sedang kita lakukan,” kata Arianti.

Arianti meyakini bila perekrutan berjalan dengan baik di masing-masing daerah, maka tidak akan lagi terjadi kekurangan nakes terutama dokter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper