Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) masih menunggu keputusan pemerintah terkait rencana penambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi di tengah peningkatan konsumsi masyarakat pada awal tahun ini.
Adapun, keputusan penambahan kuota itu disebutkan telah disetujui Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berbarengan dengan alokasi subsidi energi sebesar Rp350 triliun pada pekan lalu.
Hanya saja, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Kementerian Keuangan masih menghitung ulang besaran volume yang dapat ditambahkan sesuai dengan alokasi subsidi dan kompensasi yang diterima Pertamina pada rencana perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.
“Mengenai penambahan volume kuota, Pertamina masih menunggu keputusan pemerintah berapa besaran yang telah disetujui,” kata Pjs Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Heppy Wulansari melalui pesan singkat, Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Paralel dengan itu, Heppy menambahkan, perseroan juga terus berupaya meningkatkan pengawasan penyaluran BBM di tengah masyarakat. Caranya, Pertamina bakal mengoptimalkan digitalisasi SPBU untuk memastikan distribusi BBM subsidi lebih tepat sasaran.
“Pertamina juga terus mengoptimalkan Pertamina Integrated Enterprise Data and Center Command (PIEDCC) untuk memastikan penyediaan BBM dan LPG aman dan sesuai kuota,” ujarnya.
Baca Juga
Sejak awal April 2022, Kementerian ESDM sudah mengajukan rencana penambahan kuota solar subsidi sebanyak 2,28 juta kiloliter menjadi 17,39 juta untuk paruh kedua tahun ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian ESDM menambah kuota solar subsidi karena solar subsidi mengalami kelebihan kuota realisasi penyaluran sebanyak 9,49 persen periode Januari sampai Maret 2022 akibat peningkatan aktivitas pertambangan dan perkebunan.
Sementara itu, penambahan kuota Pertalite mencapai 5,45 juta kiloliter menjadi 28,50 juta kiloliter karena kelebihan kuota realisasi penyaluran sebesar 14 persen pada periode Januari sampai Maret 2022. Sebelumnya, volume kuota Pertalite adalah 23,05 juta kiloliter dengan angka realisasi 6,48 juta kiloliter sampai dengan 2 April 2022, sehingga menyisakan 16,57 juta kiloliter.
Adapun, volume kuota solar subsidi sebanyak 15,10 juta kiloliter dengan realisasi penyaluran mencapai 4,08 juta kiloliter dan menyisakan 11,02 juta kiloliter pada APBN 2022. Saat itu, Kementerian ESDM mencatat terjadi kelebihan konsumsi bahan bakar jenis Pertalite sebesar 14 persen, solar sebanyak 9,5 persen dan minyak tanah sekitar 10,09 persen.
Belakangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta penambahan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN untuk belanja subsidi dan perlindungan sosial. Penambahan anggaran dan kompensasi BBM sendiri mencapai Rp275 triliun.
Pengajuan penambahan alokasi itu dibahas dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) terkait persetujuan tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas. Raker itu berlangsung pada Kamis (19/5/2022) pagi.
Sri Mulyani memaparkan bahwa tingginya harga komoditas dan energi menyebabkan adanya selisih antara asumsi harga minyak atau Indonesia crude price (ICP) yang tercantum dalam APBN, yakni US$63 per barel. Saat ini, rata-rata harga ICP telah mencapai US$99,4 per barel.
Hal tersebut menyebabkan adanya kekurangan kebutuhan anggaran untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran kompensasi kepada PT Pertamina (Persero). Sri Mulyani menyebut bahwa kebutuhan biaya subsidi akan melonjak dari Rp134 triliun menjadi Rp208,9 triliun dan kompensasi melonjak dari Rp18,5 triliun menjadi Rp234,6 triliun.
"Pilihannya hanya dua, kalau ini [anggaran subsidi dan kompensasi] tidak dinaikkan harga BBM dan listrik naik, kalau harga BBM dan listrik tidak naik ya ini yang naik. Tidak ada in between, pilihannya hanya dua," ujar Sri Mulyani pada Kamis (19/5/2022).