Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendesak pemerintah mencari formulasi yang tepat agar distribusi minyak goreng curah bisa berjalan sehingga harga bisa mendekati HET Rp14.000 per liter.
Terkait dengan hal itu, keterlibatan langsung pemangku kepentingan di industri kelapa sawit dinilai tetap diperlukan demi memastikan distribusi minyak goreng curah bisa berjalan sesuai dengan tujuan usai larangan ekspor CPO dicabut.
Sayangnya, keputusan yang diambil pemerintah terkait dengan rencana penerapan kembali domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) dianggap tidak melibatkan seluruh stakeholder.
"Bila pemerintah menetapkan pola DMO/DPO untuk dijadikan persyaratan/basis ekspor, artinya bisnis sawit nasional tidak melibatkan semua stakeholder sawit untuk mencapai harga jual Rp14.000/liter di pasar," ujar Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga kepada Bisnis, Minggu (22/5/2022).
Padahal, Sahat mengatakan regulasi yang dibuat pemerintah selama 5 bulan terakhir, yakni periode Januari - Mei dalam rangka mengontrol harga minyak goreng sebenarnya sudah cukup baik.
Sebagaimana diketahui, domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) akan diberlakukan kembali setelah larangan ekspor CPO dicabut pemerintah pada Kamis (19/5/2022).
Pemberlakuan kembali aturan tersebut sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng dalam negeri.
Terkait dengan hal itu, pemerintah berupaya menjaga jumlah DMO sebesar 10 juta ton minyak goreng dengan perincian sebesar 8 juta ton minyak goreng dan 2 juta ton sebagai stok atau cadangan minyak goreng.
Sejauh ini, pelarangan ekspor berhasil meningkatkan jumlah pasokan minyak goreng curah pada April 2022 tercatat sebesar 211.638,65 ton per bulan atau 108,74 persen dari jumlah kebutuhan. Artinya, jumlah tersebut sudah melebihi kebutuhan bulanan nasional.
Sebelum dilakukan pelarangan ekspor, pada Maret 2022 pasokan minyak goreng curah dalam negeri hanya sebesar 64.626,52 ton atau 33,2 persen dari kebutuhan per bulan.