Bisnis.com, JAKARTA — Energy Watch menilai rencana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik rumah tangga 3.000 Volt Ampere (VA) ke atas tidak bakal berdampak signifikan untuk menambal beban subsidi dan kompensasi yang terlanjur lebar di tengah fluktuasi harga bahan baku energi dunia yang masih berlanjut hingga pertengahan tahun ini.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan konsumsi listrik kelompok rumah tangga 3.000 VA ke atas relatif kecil jika dibandingkan dengan kompensasi yang diambil oleh golongan industri dan bisnis. Menurut Mamit, beban subsidi dan kompensasi listrik bakal tetap lebar di tengah fluktuasi harga energi tahun ini.
“Kenaikkan TDL pada golongan rumah tangga 3.000 VA ke atas itu tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kompensasi yang harus dibayarkan ke industri dan bisnis, kita lihat dahulu berapa besar kenaikannya,” kata Mamit melalui sambungan telepon, Kamis (19/5/2022).
Hanya saja, dia mengatakan, kenaikkan TDL pada kelompok rumah tangga kelas atas itu relatif tidak bakal menimbulkan gejolak yang serius di tengah masyarakat. Di sisi lain, pelebaran kenaikkan TDL pada golongan industri dan bisnis dinilai dapat menggerus daya beli masyarakat akibat inflasi yang berpotensi kembali melonjak.
Kendati demikian, dia berpendapat, pemerintah mesti memperlebar sasaran golongan yang terkena kebijakan kenaikkan TDL tersebut pada kelompok industri dan bisnis. Harapannya, perluasan sasaran kenaikkan TDL itu dapat mengurangi beban subsidi dan kompensasi yang ditanggung oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
“Kenaikkan TDL harusnya tidak hanya golongan rumah tangga 3.000 VA ke atas tetapi untuk industri dan bisnis karena merekalah yang menyerap kompensasi cukup besar sejak 2017 yang tidak ada penyesuaian tarif,” tuturnya.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah bersiap untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan di atas 3.000 VA. Usulan itu telah disetujui oleh sidang kabinet.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) terkait persetujuan tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas. Raker berlangsung pada Kamis (19/5/2022).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa tingginya harga energi dan komoditas menyebabkan beban subsidi dan kompensasi energi turut meningkat. Kebutuhan subsidi dan kompensasi untuk menahan gejolak harga komoditas pada 2022 tercatat mencapai Rp443,6 triliun.
Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi listrik senilai Rp56,5 triliun dengan asumsi harga Indonesia crude price (ICP) US$63 per barel. Setelah harga ICP meningkat ke US$100 per barel kebutuhan subsidi listrik menjadi Rp59,6 triliun, sehingga terdapat selisih Rp3,1 triliun.
"Bapak Presiden di sidang kabinet sudah menyetujui beban kelompok rumah tangga yang mampu direpresentasikan untuk fiskal langganan listrik di atas 3.000 VA boleh ada kenaikan harga listrik, hanya segmen itu ke atas," ujar Sri Mulyani pada Kamis (19/5/2022).