Bisnis.com, JAKARTA - Industri rantai pendingin atau cold chain ikut menikmati pertumbuhan kinerja seiring dengan pertumbuhan sektor logistik dan e-commerce pada awal 2022.
Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) mencatat permintaan terhadap produksi rantai pendingin tumbuh sampai dengan 10 persen secara tahunan pada kuartal I/2022 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Jadi tahun ini kita lebih optimis dan seperti minimarket juga sudah banyak yang booking transportasi pendingin," jelas Ketua Umum ARPI Hasanuddin Yasni di Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Kendati demikian, pertumbuhan tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan level prapandemi. Saat ini, industri rantai pendingin belum sepenuhnya kembali ke level prapandemi.
Secara keseluruhan 2022, ARPI menargetkan pertumbuhan industri rantai pendingin mencapai 25-30 persen secara tahunan. Yasni mengatakan kinerja industri akan lebih bisa digenjot pada paruh kedua 2022.
"Kita akan ngebut di semester II. Target bisa mencapai sekitar 25 persen," jelasnya.
Baca Juga
Selain itu, selama Ramadan dan Lebaran 2022, permintaan terhadap pengiriman barang dengan pendingin ikut naik mengikuti tingginya permintaan pengirimang barang secara online.
Yasni mencatat pemesanaan untuk jasa pengiriman barang naik 20 persen selama Ramadan dan Lebaran jika dibandingkan dengan hari-hari biasa. Dia mengatakan pengiriman barang setiap harinya selama periode tersebut naik menjadi 5,5 juta paket consumer goods per hari, dari hari biasa sekitar 4,4 juta paket per hari.
Dari 5,5 juta paket per hari yang dikirimkan, 50 persennya berada di wilayah Jabodetabek. Sementara itu, 10 persen dari barang yang dikirimkan di wilayah Jabodetabek tersebut menggunakan pendingin atau sebanyak 500.000 paket per hari. Mayoritas paket yang dikirim dengan pendingin yakni berbentuk makanan beku atau frozen food.
"Jadi 500.000 order [paket] per hari, dengan yang hanya bisa dilayani sekitar 200.000," tutur Yasni.
Yasni mengatakan kapasitas pengiriman dengan pendingin yang masih rendah tersebut juga bisa dinilai menjadi tanda bahwa masih minimnya digitalisasi pada industri rantai pendingin.