Bisnis.com, JAKARTA — Neraca transaksi berjalan (current account balance) Indonesia diproyeksi surplus hingga 0,4 persen dari PDB pada akhir 2022.
Senior Economist DBS untuk Eurozone, India, Indonesia Radhika Rao mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina memberikan dampak pada kenaikan harga komoditas global.
Pada satu sisi, kenaikan harga komoditas global akan mengkerek tingkat inflasi domestik. Indonesia sebagai negara pengimpor minyak pun akan mencatatkan defisit perdagangan di sektor migas.
Akan tetapi di sisi lain, defisit tersebut terkompensasi dengan keuntungan kuat di sektor non-migas, terutama pada komoditas batu bara, minyak kelapa sawit, nikel, logam dasar, dan lainnya.
“Bahkan sebelum lonjakan harga komoditas terbaru, tren positif sudah mulai tahun lalu di mana harga bahan bakar mineral naik lebih dari 70 persen secara tahunan, diikuti kenaikan barang-barang manufaktur sebesar 53 persen,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (18/5/2022).
Adapun, neraca perdagangan Indonesia pada April 2022 mencatatkan surplus sebesar US$7,56 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai US$4,54 miliar.
Secara total, nilai ekspor pada April 2022 tercatat mencapai US$27,32 miliar, sementara nilai impor tercatat lebih rendah, sebesar US$19,76 miliar.
Nilai ekspor tersebut naik 3,11 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), dengan peningkatan ekspor migas sebesar 3,17 persen mtm dan ekspor nonmigas sebesar 2,01 persen mtm.
Sementara itu, nilai impor pada April 2022 terkontraksi sebesar 10,01 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Radhika memperkirakan kinerja ekspor Indonesia ke depan akan terus mengalami peningkatan meski akan terpengaruh oleh kebijakan di dalam negeri, misalnya langkah-langkah sementara untuk memastikan kecukupan stok komoditas utama dalam negeri, termasuk batu bara dan minyak kelapa sawit.
Kinerja ekspor yang tetap kuat menurutnya akan meningkatkan surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Dengan demikian, dia memperkirakan transaksi berjalan pada 2022 kemungkinan akan mencetak surplus secara moderat sebesar 0,4 persen dari PDB.