Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan yang kini dipimpin Sri Mulyani meyakini ekspor Indonesia masih akan tumbuh beberapa waktu ke depan sehingga memperkuat surplus neraca perdagangan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyampaikan, potensi penguatan nilai ekspor diperkirakan terus tinggi, seiring tren positif harga komoditas di pasar global yang diprediksi masih berlanjut kedepannya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor Indonesia pada April 2022 mencapai US$27,32 miliar. Angka tersebut, lebih tinggi dari bulan sebelumnya serta tumbuh sebesar 47,76 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Hal ini juga terus diimbangi dengan baik oleh pertumbuhan ekspor nonmigas yang konsisten kuat. Ini bukti nyata perbaikan struktur ekonomi yang fundamental. Pemerintah akan terus berupaya agar perbaikan ini berkesinambungan," kata Febrio melalui keterangan tertulisnya, Rabu (18/5/2022).
Pemerintah terus memantau potensi dampak ketegangan antara Rusia dan Ukraina, meskipun dampak langsungnya diprediksi relatif kecil bagi kinerja perdagangan Indonesia. Adapun salah satu langkah yang diambil pemerintah yaitu dengan melakukan pemantauan, baik melalui transmisi volume dan harga komoditas global.
Febrio mengatakan, kenaikan harga komoditas global memberikan dampak positif terhadap ekspor Indonesia, terutama komoditas energi, mineral dan logam, dimana Indonesia mengekspor dalam jumlah yang besar sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga
Menguatnya ekspor Indonesia, diharapkan dapat terus menopang surplus neraca perdagangan sehingga sehingga dapat terus memberikan dampak positif bagi aktivitas sektor riil.
"Likuiditas yang meningkat yang diperoleh dari aktivitas ekspor akan berdampak positif bagi aktivitas konsumsi dan investasi domestik, sehingga diharapkan dapat menjaga momentum pemulihan ekonomi," ujar Febrio.
Kendati demikian, lanjut Febrio, pemerintah terus mewaspadai dampak tak langsung dari konflik Rusia dan Ukraina, baik terkait pelemahan kinerja ekonomi global maupun terkait dengan lonjakan harga komoditas.
Dia menjelaskan, disrupsi perdagangan global akan menekan laju pemulihan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat. Kemudian, meningkatnya harga komoditas, terutama energi dan pangan, bakal mendorong kenaikan harga komoditas.
"Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dan kecukupan ketersediaan kebutuhan pangan pokok dan energi, termasuk memberikan bantalan kebijakan berupa bansos minyak goreng untuk kelompok berpendapatan rendah," katanya.