Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Industri Takut Reli Kenaikan Harga Energi Berlanjut Pasca Lebaran, Bisnis Bisa Remuk!

Kenaikan harga energi yang terus berlanjut dikhawatirkan akan menggerus daya beli masyarakat. Harapan pertumbuhan industri manufaktur pada semester kedua pun bisa pupus.
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri mengantisipasi harga energi yang akan tetap tinggi hingga semester kedua tahun ini. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, harga barang-barang akan terus terkerek sehingga menggerus konsumsi.

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan daya beli masyarakat dapat tetap dipertahankan dengan mengucurnya bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah.

"Kami khawatir di semester dua kalau harga minyak masih tinggi, energi akan naik sehingga harga barang akan berubah. Kalau harga barang berubah, sementara pendapatan masyarakat tidak bisa mengikuti perubahan harga, akan riskan terhadap pertumbuhan [konsumsi]. Untuk mengantisipasi tersebut diperkuat dulu pertumbuhan konsumsinya, dengan bansos-bansos keluar dulu," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.

Sebelumnya, survei konsumen Bank Indonesia yang dirilis awal bulan lalu masih mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga pada Maret 2022. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2022 sebesar 111,0 atau tetap berada pada area optimistis di atas 100. Secara triwulanan, IKK triwulan I/2022 tercatat tetap kuat yaitu sebesar 114,6, sedikit menurun dari indeks triwulan sebelumnya sebesar 116,7.

Keyakinan konsumen yang tetap terjaga pada Maret 2022 ditopang oleh tetap kuatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi mendatang, baik ekspektasi terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, maupun kegiatan usaha.

Sementara itu, konsumen mempersepsikan kondisi ekonomi saat ini belum sesuai ekspektasi, terutama pada ketersediaan lapangan kerja saat ini dan pembelian barang tahan lama.

Fajar melanjutkan, bersamaan dengan kebijakan untuk mempertahankan konsumsi, pemerintah juga perlu memikirkan ulang kebijakan di sektor energi, khususnya yang mendukung operasi industri. Salah satu yang perlu dipertahankan yakni penyediaan gas khusus industri seharga US$6 per MMBTU.

Hal lain yakni pengetatan domestic market obligation (DMO) batu bara khususnya untuk sektor industri.

"Pemerintah harus sudah mulai berani agak sedikit keras untuk menetapkan DMO batu bara, konsisten menetapkan harga gas US$6, sehingga ini akan banyak membantu pertumbuhan di sektor konsumsi," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper