Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) mengumumkan peningkatan outlook Indonesia menjadi stabil dari sebelumnya negatif. Ekonom pun menilai terdapat beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut di tahun ini.
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menyampaikan faktor utama dari meningkatnya outlook Indonesia adalah kenaikan harga komoditas yang mendukung keseimbangan eksternal Indonesia.
“Hal ini terefleksi oleh transaksi berjalan Indonesia yang tercatat surplus pada kuartal III/2021 dan kuartal IV/2021,” ungkap Josua kepada Bisnis, Kamis (28/4/2022).
Selain dari sisi external balance, Josua juga mengungkapkan bahwa S&P juga mempertimbangkan peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia dan juga penerapan konsolidasi fiskal oleh pemerintah sebagai bagian dari exit strategy pasca pandemi Covid-19.
Josua menjelaskan, defisit APBN yang cenderung mengecil mengindikasikan pengelolaan keuangan negara sangat pruden dan bahkan dalam pagu indikatif APBN 2023, defisit fiskal diperkirakan akan kembali ke kondisi normal yakni 3 persen terhadap Produk Nasional Bruto (PDB).
Hal tersebut ungkapnya berimplikasi pada kondisi utang pemerintah yang cenderung menurun dan selanjutnya menunjukkan debt sustainability yang terus membaik.
Baca Juga
“Perubahan outlook ini diperkirakan mampu mendukung stabilitas rupiah dan pergerakan yield di pasar keuangan,” ujar Josua.
Namun menurutnya dampak kenaikan outlook rating terhadap rupiah dan obligasi cenderung bersifat jangka pendek seiring dengan masih terafirmasinya peringkat rating Indonesia.
Ke depannya, Josua berpendapat bila kondisi utang Indonesia semakin membaik, bukan tidak mungkin outlook tersebut akan berubah positif, yang kemudian mendorong kenaikan rating Indonesia secara umum.
Lebih lanjut, Josua mengatakan salah satu faktor yang menjadi risiko kedepannya adalah pemulihan ekonomi. Di mana terdapat potensi pemulihan ekonomi yang tidak secepat negara berkembang lainnya, yang kemudian berdampak pada kenaikan utang Indonesia.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo terkait peningkatan peringkat tersebut menyatakan bahwa hal tersebut menunjukkan pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makro ekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.
Meski saat ini berada di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi global, dan peningkatan tekanan inflasi.
Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," papar Perry dalam keterangan resminya.
Pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan terus berlanjut ditopang oleh kegiatan ekonomi yang kembali normal, seiring dengan cakupan vaksinasi yang semakin luas sehingga mendukung peningkatan kekebalan masyarakat.
S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan meningkat menjadi 5,1 persen setelah sebelumnya tumbuh 3,7 persen pada 2021. Namun, Indonesia juga perlu mewaspadai risiko yang berasal dari krisis Rusia-Ukraina.