Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Larang Ekspor CPO, Ini Dampaknya ke Stabilitas Pangan Dunia

Analis dan ekonom mengungkapkan dampak larangan ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia terhadap stabilitas pangan dunia.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan larangan ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang akan berlaku mulai 28 April 2022.

Pengumuman larangan ekspor CPO tersebut lantas menyita perhatian dunia. Lantas, apa dampak kebijakan tersebut bagi stabilitas pangan dunia?

Larangan ekspor minyak sawit Indonesia menyebabkan lonjakkan harga minyak goreng di seluruh dunia. Kebijakan baru ini bahkan dinilai memperburuk kekhawatiran keamanan pangan global di tengah pengaruh cuaca buruk dan serang yang dilancarkan Rusia ke Ukraina.

Pada hari Senin (25/4/2022), Bursa Malaysia Derivatives Exchange melaporkan bahwa harga minyak sawit naik hingga lebih dari 6 persen mendekati level kenaikan tertinggi yang dicapai pada bulan Maret.

Dikutip dari Al-Jazeera pada Selasa (26/4/2022), ekonom senior asal Hong Kong Trinh Nguyen menjelaskan bahwa larangan tersebut dinilai akan memperburuk tekanan harga pangan dunia.

“Indonesia adalah produsen utama minyak sawit. Artinya larangan tersebut akan berdampak pada harga pasokan minyak nabati yang akan melonjak tinggi dan menambah tekanan harga pangan dunia,” jelasnya.

Selain digunakan sebagai bahan utama minyak goreng, minyak sawit juga digunakan dalam berbagai macam produk pangan hingga kosmetik. Hal tersebut jelas akan berdampak pada inflasi dagang dunia.

“Minyak sawit juga digunakan dalam barang-barang kemasan seperti sampo, sehingga larangan tersebut menambah tekanan kenaikan harga komoditas rumah tangga secara global,” kata Nguyen.

Sebelum menetapkan kebijakan larangan ekspor CPO, Indonesia telah melakukan pembatasan ekspor minyak pada bulan Januari lalu, hal tersebut juga telah berdampak pada kenaikkan tajam harga minyak sawit mentah (CPO) dunia.

Ega Kurnia Yazid, seorang asisten peneliti di Center for Strategic and International Study menuturkan bahwa kebijakan larangan ekspor CPO ini akan berdampak pada adanya kemungkinan kenaikan harga pada produk turunan dari minyak sawit seperti minyak zaitun hingga minyak kelapa.

“Sejak Maret lalu, harga minyak sawit mentah sudah melonjak. Larangan ekspor minyak sawit oleh pemerintah Indonesia tentu akan memperburuk kenaikan harga CPO di pasar global,” jelas Ega.

“Kenaikan ini kemungkinan juga akan dikuti oleh kenaikan harga produk substitusi seperti minyak canola, minyak zaitun, dan minyak kelapa,” sambungnya.

Menyusul pernyataan kebijakan larangan ekspor minyak sawit (CPO), harga minyak kedelai, selaku minyak nabati kedua yang paling banyak digunakan setelah minyak sawit dilaporkan telah mengalami kenaikkan hingga 4,5 persen.

Setelah mengkaji segala dampak kenaikkan harga pasca Indonesia melarang ekspor CPO, banyak kalangan yang berpendapat bahwa larangan tersebut akan merugikan eksportir dan importir serta akan mendistorsi perdagangan.

Namun disamping itu semua, kebijakan larangan tersebut dinilai beberapa analis Indonesia sebagai langkah yang tepat bagi pemerintah untuk mengutamakan kebutuhan konsumen dan ketersediaan pangan lokal.

“Saya kira pelarangan itu bukanlah sebuah kebijakan yang muncul secara mendadak, karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap pasar domestic yang mengharuskan pelaku usaha memprioritaskan pasokan ke pasar domestik dalam kondisi tertentu,” jelas Agus Eko Nugroho, analis Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN).

Nugroho mengatakan bahwa tekanan inflasi pangan secara global dapat menurunkan konsumsi rumah tangga miskin di Indonesia, karenannya kebijakan yang diambil pemerintah dinilai sebagai sebuah langkah yang benar.

“Disparitas harga domestik dan luar negeri tidak boleh menyebabkan kelangkaan di pasar domestik, yang berpotensi menimbulkan panic buying,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper