Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memberikan bocoran terkait jenis minyak sawit yang bakal dilarang untuk diekspor. Hal tersebut menyusul rencana Presiden Joko Widodo yang akan menyetop ekspor minyak kelapa sawit pada 28 April mendatang.
Ketua DPP Apkasindo Gulat Manurung mengatakan yang dilarang ekspor hanyalah refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein yang merupakan bahan baku minyak goreng sawit dan minyak goreng sawit (MGS). Sebaliknya, untuk crude palm oil (CPO) tidak akan ada larangan atau pembatasan.
Menurutnya, informasi tersebut berdasar hasil rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) pada Minggu kemarin (24/4/2022) tentang larangan ekspor minyak goreng.
Adapun lintas kementerian yang hadir pada rapat tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Plt Dirjen (Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, hingga Dirut Perum Bulog Budi Waseso.
Rapat tersebut dalam rangka menindaklanjuti pidato Presiden Jokowi pada Jumat (22/4/2022) terkait larangan ekspor sawit.
“Beberapa poin penting yang sudah disepakati pada Rakortas tersebut sudah kami terima dari pejabat terkait yang mengikuti rapat tersebut. Tidak jauh beda dengan poin-poin yang diusulkan oleh Apkasindo, sebagaimana hasil rapat internal DPP Apkasindo sehari setelah pidato Presiden Jokowi,” ujar Gulat saat dihubungi Bisnis, Senin (25/4/2022).
Dia melanjutkan, hasil rapat tersebut juga berisi instruksi Menko Perekonomian yang memerintahkan supaya dilakukan pengawalan saat tender CPO di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).
“Ketiga harga TBS acuannya adalah bursa CPO Internasional dan tender CPO KPBN. Keempat memerintahkan agar kementerian terkait untuk membuat surat edaran ke seluruh gubernur dan selanjutnya gubernur meneruskannya ke Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia [Gapki] di masing-masing provinsi,” jelasnya.
Kelima, ujarnya, Kemenko Perekonomian memerintahkan kepada gubernur/kepala dinas yang membidangi perkebunan di provinsi sentra sawit untuk mengawal proses penetapan harga tandan buah segar atau TBS dimasing-masing provinsi, agar perusahaan maupun pabrik kelapa sawit (PKS) tidak sepihak menetapkan harga TBS petani sawit.
“Poin-poin ini memang baru catatan saya dari berbagai sumber peserta rakortas dan saya harus menyampaikan ini untuk menenangkan stress petani sawit yang tersebar dari Sabang-Merauke karena dropnya harga TBS. Namun untuk lebih jelasnya kita tunggu hari ini rilisnya dan semoga bisa lebih cepat karena situasi sudah gawat-darurat, kami petani sudah tidak kuat lagi,” ungkap Gulat.
Menurutnya, poin-poin tersebut merupakan jawaban dan kesimpangsiuran informasi mengenai tata niaga sawit dan turunannya dan tentunya setelah ini, diharapkan agar harga sawit petani sawit kembali normal.
Pasalnya, kata Gulat, arahan Presiden Jokowi tersebut telah membuat multi tafsir dan berujung anjlok tajamnya harga TBS petani sampai 35-45 persen. Bahkan harga TBS hari ini terpantau makin tidak karuan, sudah anjlok mencapai 60 persen.
“Sangat beresiko jika gejolak harga TBS ini tidak segera diredam, kita berpacu dengan jam, bukan hari lagi, taruhannya 16 juta petani sawit dan pekerja kebun swadaya sangat bergantung kepada harga TBS dan ekonomi sawit. Bagi kami petani sawit, gejolak harga TBS ini dampaknya bersifat harian, jadi langsung terasa,” pungkas Gulat.