Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbas Royalti Progresif, Pengusaha Batu Bara Hitung Ulang Rencana Investasi

Sebagian pelaku usaha tengah menghitung ulang rencana investasi atau perpanjangan izin tambang batu bara seiring dengan penerapan tarif royalti progresif.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menuturkan sebagian pelaku usaha tengah menghitung ulang rencana investasi atau perpanjangan izin tambang batu bara seiring dengan penerapan tarif royalti progresif bagi izin usaha pertambangan khusus atau IUPK tahun ini.

Hendra mengatakan manuver itu didorong oleh kekahwatiran pelaku usaha ihwal kerentanan atau volatilitas harga komoditas batu bara di pasar dunia ke depan. Selain itu menurut Hendra, sebagian besar perusahaan memiliki tambang berusia tua yang mengakibatkan biaya produksi relatif lebih mahal.

“Saat ini pelaku usaha menghitung ulang investasi karena sifatnya jangka panjang, misalnya saya punya tambang mau diperpanjang tetapi bebannya gila, kita kan hitungnya 20 tahun ke depan, ini keekonomiannya bagaimana, belum-belum sudah dikenakan royalti 14 persen, sekarangkan 13,5 persen,” kata Hendra kepada Bisnis, Kamis (21/4/2022).

Menurut Hendra penerapan tarif royalti progresif itu bakal menggerus cadangan batu bara nasional di masa mendatang. Apalagi 60 persen kapasitas produksi batu bara nasional disumbang oleh perusahaan yang memiliki perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Artinya mayoritas produksi batu bara nasional dihasilkan dari tambang-tambang tua yang memiliki beban operasional yang relatif lebar.

Sementara sepertiga produksi nasional, dipenuhi oleh perusahaan dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari PKP2B generasi 1 yang sebagian tambangnya sudah berusia 30 tahun.

“Sementara beban biaya operasional seperti bahan bakar, tenaga kerja, kontraktor dan juga beban dari kewajiban perpajakan tinggi, maka langkah yang dilakukan perusahaan adalah mengurangi stripping ratio, otomatis berpengaruh terhadap ketersediaan cadangan untuk jangka panjang,” kata dia.

Berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (20/4/2022), rerata harga batu bara acuan Newcastle sepanjang kuartal I/2022 berada di level US$264 per ton. Rata-rata tersebut 43 persen lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV/2021 lalu.

Laporan dari Whitehaven Coal Ltd menyebutkan, rerata harga batu bara pada April 2022 telah mencapai US$302 per ton. Sementara, kontrak berjangka batu bara untuk bulan Mei telah melonjak sekitar sepertiga dari harga tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan kebijakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) produksi batubara berjenjang bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak atau Perjanjian pada hari ini, Senin (18/4/2022). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper