Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan sertifikasi hijau pada produk-produk baja bukan sekadar isapan jempol. Sejumlah negara utama tujuan ekspor Indonesia, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Eropa sudah mulai ancang-ancang mewajibkan sertifikasi hijau untuk importasi produk baja.
Di dalam negeri, meski perkembangannya masih cenderung lamban, sejumlah produsen baja mulai mempersiapkan diri. Wakil Presiden Direktur PT Tata Metal Lestari Stephanus Koeswandi mengatakan untuk menyiasati sertifikasi produk hijau yang belum seragam di negara-negara tersebut, pihaknya terlebih dahulu melakukan upaya pemangkasan emisi karbon dalam proses produksinya.
"Dari tata metal sendiri kami tentu ukur karbon yang dilepas ketika sedang produksi. Kedua, kami menggantikan [konsumsi energi] dengan energi terbarukan. Kami tahun lalu sdh install solar panel untuk menggantikan energi listrik yang digunakan untuk produksi," kata Stephanus, Jumat (22/4/2022).
Selain itu, sebagian proses produksi Tata Metal juga menggunakan gas alam yang lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber energi lain seperti batu bara.
Selanjutnya, Tata Metal juga memastikan pemasok bahan baku ke perseroan juga menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
"Karena kalau kami hanya fokus di Tata Metal tapi menggunakan material yang tidak ramah lingkungan, tentu ini kan jadi bukan satu kesatuan," jelasnya.
Baca Juga
Terakhir, penggunaan produk hilir di proyek-proyek konstruksi juga diupayakan untuk membangun instalasi manajemen limbah yang memadai. Stephanus mengatakan penerapan prinsip-prinsip hijau ini memang berkejaran dengan waktu, tetapi juga harus mempertimbangkan kesiapan industri mengadopsinya.
"Kami harus lihat ini tidak boleh memberatkan produsen-produsen yang ada, karena kalau tidak, ini juga akan jadi boomerang kalau kita terapkan terlalu cepat dan ketat," katanya.