Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyek IKN Nusantara, Produsen Baja Swasta Ingin Terlibat

Produsen baja swasta ingin terlibat dalam proyek pembangunan IKN Nusantara.
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019)./ANTARA FOTO-Fakhri Hermansyah
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019)./ANTARA FOTO-Fakhri Hermansyah

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen baja non pelat merah minta dilibatkan dalam proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, salah satunya PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP).

Direktur Urusan Korporat Gunung Raja Paksi Fedaus mengatakan pelibatan pihak swasta dalam mega proyek tersebut akan menaikkan utilitas kapasitas produksi industri yang saat ini masih di kisaran 50 persen.

"Prospek sih menurut kami masih bagus, kami hanya menunggu IKN saja nanti. Kalau bisa kami diikutsertakan, swasta, jangan hanya BUMN saja yang masuk. Porsinya tidak usah banyak-banyak 75 persen BUMN, 25 persen swasta," kata Fedaus di Jakarta, Kamis (22/4/2022).

Menurut Fedaus hal itu juga menjadi aspirasi produsen baja yang tergabung dalam Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA).

Sebelumnya, produsen baja yang juga membidik proyek IKN yakni PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS). Direktur Pengembangan Usaha Krakatau Steel Purwono Widodo mengatakan dalam megaproyek tersebut, perseroan ditugaskan untuk memasok bahan baku baja untuk industri di bawahnya.

Di sisi lain, Krakatau Steel juga mulai mengembangkan produk-produk hilir baja untuk diserap proyek IKN.

"Salah satu pemicunya IKN. IKN ini kan Krakatau Steel termasuk BUMN yang ditugaskan. KS tidak ingin hanya sebagai supplier tapi ingin memberikan nilai tambah di IKN," kata Purwono belum lama ini.

Pengembangan produk dengan menggandeng pelaku usaha baja hilir, seperti PT Tata Metal Lestari, juga dimaksudkan untuk meningkatkan utilitas kapasitas produksi industri.

"[Utilitas] Industri wajarnya 80 persen, syukur-syukur bisa 90 persen. Kalau di bawah 50 persen, skala keekonomiannya tidak tercapai, jualannya mahal, akhirnya masyarakat yang rugi," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper