Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkatkan Ekspor, Gunung Raja Paksi (GGRP) Perluas Sertifikasi Hijau

Gunung Raja Paksi telah mengantongi Environmental Product Declaration (EPD) dari Australia dan berencana mengantongi sertifikasi serupa dari Amerika Serikat.
Fasilitas pengolahan baja Gunung Raja Paksi/gunungrajapaksi.com
Fasilitas pengolahan baja Gunung Raja Paksi/gunungrajapaksi.com

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen baja PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) berencana memperbanyak jumlah negara baru dan porsi ekspor dari 5 persen menjadi 10 persen pada 2022.

Adapun sejumlah negara tujuan ekspor yang dibidik oleh Gunung Raja Paksi yakni Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, yang mulai mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan dalam importasinya.

Direktur Urusan Korporat Gunung Raja Paksi Fedaus mengatakan baru-baru ini perseroan telah mengantongi Environmental Product Declaration (EPD) dari Australia. Kini GGRP berencana mengantongi sertifikasi serupa dari Amerika Serikat.

EPD yang dicapai GGRP merupakan Label Lingkungan Tipe III yang menunjukan kinerja lingkungan produk baja sepanjang daur hidupnya.

"Tahun ini menarik karena banyak proyek-proyek yang ESG [Environmental, Social, and Governance]. Kami sudah punya EPD, dan akan apply yang Amerika, sehingga kami punya suatu keunggulan untuk distribusi ekspor, karena di dunia sekarang lebih banyak green steel," jelas Fedaus di Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Dia melanjutkan, di Australia telah berlaku insentif bagi bangunan hijau dimana syarat utama komponennya adalah pemegang EPD.

Selain itu, di Eropa juga sudah mulai diinisiasi ketentuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Dalam beberapa tahun mendatang, pemasok yang tidak memenuhi ketentuan CBAM akan dikenai pajak yang jauh lebih besar.

"Mereka sudah mempunyai CBAM, akan apply 2025-2026. Semua produk yang tidak ada sertifikasi akan dikenakan pajak 60-70 persen. Kalau ada sertifikasi hanya dikenakan 10 persen," ujarnya.

Dia pun mendorong pemerintah untuk segera membentuk peta jalan standardisasi hijau untuk industri baja di dalam negeri. Di sisi lain, perseroan juga masih bergulat dengan utilitas kapasitas yang rendah sekitar 50 persen. Hal ini juga dialami industri baja nasional pada umumnya.

Fedaus mengatakan idealnya pabrik besi baja mampu mencapai utilitas kapasitas 80 persen agar produksi lebih efisien.

"Karena kalau di bawah 50 persen, cost-nya tidak cover. Ini karena masalah impor yang tinggi, mengganggu sekali kita punya market di penjualan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper