Bisnis.com, JAKARTA - Penaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai bulan ini akan terlebih dahulu berdampak pada pengusaha tekstil di sektor hilir. Hal itu ditengarai akan langsung mempengaruhi harga di tingkat penjualan ritel.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan di sektor hulu, bahan baku untuk musim Lebaran tahun ini sudah dikirimkan sejak Februari sehingga masih dikenakan PPN 10 persen.
"Pembuatan serat dan benang sudah dari Februari, jadi tidak terkena kenaikan PPN. Kami [pengusaha di hulu] pun kena, tetapi dampaknya setelah Lebaran," kata Redma saat dihubungi Bisnis, belum lama ini.
Meski penaikan PPN menjadi 11 persen diproyeksikan bakal turut mengerek inflasi, Redma mengatakan rencana investasi di industri tekstil pada tahun ini akan tetap berjalan.
Redma mengatakan memang akan ada sedikit gangguan pada permintaan akibat inflasi. Namun, dengan pembatasan masyarakat yang relatif sudah dihilangkan, serta pembukaan mudik tahun ini, permintaan akan tetap kokoh.
Adapun, yang masih menjadi kekhawatiran industriawan adalah masuknya barang impor jelang pasar puncak Lebaran. Redma mengatakan meski saat ini lockdown meluas di China, barang impor yang dikirim pada bulan-bulan sebelumnya masih berpeluang masuk ke pasar dalam negeri.
Baca Juga
"Meskipun tidak ada inflasi, daya beli bagus, tapi begitu impor dibuka, ini jadi masalah. Tetapi kalau daya beli sedikit ngerem karena inflasi, tapi impornya tidak dibuka, kami masih punya market, itu yang membuat investasi tetap on track," jelas Redma.
Dia pun berharap ada operasi dan pengawasan yang dilakukan pemerintah di pasar sebagai pertahanan terakhir menangkal barang impor khususnya yang ilegal.
"Masih ada sisa-sisa impor yang masuk ke sini sekitar dua minggu hingga sebulan lalu, targetnya untuk Lebaran. Ini yang kami minta beresin di penjualan," ujarnya.