Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai asal Jerman Deutsche Lufthansa AG mencatatkan utang senilai 10 miliar euro (US$11 miliar) akibat pandemi Covid-19.
"Itu harga [yang harus kami bayar]. Barang itu mahal," kata Spohr dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Schweiz am Wochenende, seperti dikutip Bloomberg pada Sabtu (9/4/2022).
Perusahaan ini berharap maskapai Swiss segera membayar kembali pinjaman yang didukung pemerintah terkait pandemi pada akhir tahun ini mengingat besarnya bunga pinjamannya.
Dia menambahkan bahwa unit bisnis Swiss International Air Lines tidak akan dijual. Spohr memperkirakan pemulihan hingga ke level sebelum pandemi akan didukung oleh perjalanan pribadi pada tahun depan.
"[Kami melihat] efek mengejar ketinggalan," katanya. Namun, CEO Spohr justru lebih skeptis terkait dengan pemulihan dari perjalanan bisnis.
Lufthansa dan maskapai lainnya juga terdampak perang Rusia di Ukraina. Maskapai juga terpaksa membatalkan atau mengubah rute perjalanan jarak jauh untuk menghindari wilayah udara yang tertutup.
Baca Juga
Dia juga memperingatkan kenaikan harga tiket seiring dengan kenaikan harga minyak. "Jika harga minyak naik US$10 per barel, harga tiket bisa naik rata-rata US$10," katanya.
Tidak hanya Lufthansa, maskapai Tanah Air, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menanggung utang sebesar Rp198 triliun. Utang yang membebani maskapai di dunia makin berat saat pandemi Covid-19 menerjang. Bahkan Alaska Airlines, yang berbasis di Seattle, AS, memiliki US$1,549 miliar utang jangka panjang.
Dealogic memperkirakan maskapai dunia mencetak utang hingga US$42,6 miliar pada 2020. Angka tersebut meningkat sepanjang tahun lalu. Bloomberg mencatat utang industri ini telah naik 23 persen menjadi US$340 miliar pada tahun lalu.