Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengulik Beban Utang Rp7.000 Triliun

Posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun hingga akhir Februari 2022 dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,17 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun hingga akhir Februari 2022 dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,17 persen.

Posisi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi utang per 31 Januari 2022 yang berada di angka Rp6.919,15 triliun atau 39,63 persen dari PDB. Ini artinya, ada pertambahan utang sebanyak Rp95,43 triliun dalam waktu satu bulan.

Berdasarkan laporan dari APBN KITA edisi Maret 2022, secara nominal terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman di Februari 2022.

Jika ditelisik dari jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai Rp6.164,20 triliun atau sekitar 87,88 persen dari seluruh komposisi utang akhir Februari 2022.

Apabila dirinci lebih jauh, besaran utang SBN ini terdiri dari domestik sebesar Rp4.901,66 triliun dan valas sebesar Rp1.262,53 triliun. Penerbitan SBN ini digunakan guna menutup pembiayaan APBN.

Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu 70,07 persen.

Dalam laporan tersebut, disebutkan pula bahwa kepemilikan SBN oleh investor asing terus menurun sejak 2019, yang mencapai 38,57 persen, akhir tahun 2021 mencapai 19,05 persen dan per 15 Maret 2022 mencapai 18,15 persen.

"Penurunan kepemilikan SBN oleh asing terjadi diantaranya akibat ketegangan global serta volatilitas pasar," tulis laporan APBN KITA edisi Maret 2022, dikutip Senin (4/4/2022).

Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menuturkan, utang menjadi jalan pemerintah dalam menutupi kekurangan pendapatan.

Idealnya, ungkapnya, utang memang dianggap sebagai jalan terakhir yang ditempuh ketika penerimaan negara tengah mengalami tekanan. Untuk membayar kewajiban utang baik bunga maupun pokok utang tersebut, pemerintah akan menggunakan berbagai cara, salah satunya menaikkan target penerimaan pajak.

"Jadi memang betul pajak di masyarakat digunakan untuk membayar utang. Semakin tinggi jumlah utang, maka pajak yang ditarik juga semakin besar," katanya kepada Bisnis, Senin (4/4/2022).

Lebih lanjut, dia menjelaskan beban pembayaran bunga utang di 2022 ditargetkan sebesar Rp405,9 triliun. Angka ini naik 18 persen dibanding realisasi utang Rp343,5 triliun pada 2021.

Masalah kemudian muncul ketika masyarakat yang merasa menjadi objek pajak seperti kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen belum melihat rasionalitas dari pemanfaatan utang.

Dia mengatakan, porsi belanja pemerintah pusat masih berat pada birokrasi seperti belanja pegawai, belanja barang bahkan belanja bunga utang sendiri menempati pos teratas.

Apalagi, kata Bhima, ditengah tekanan ekonomi yang belum usai saat pandemi, pemerintah nekat menggunakan APBN untuk pembangunan ibu kota negara (IKN).

"Tentu, hal ini membuat masyarakat akhirnya berasumsi bahwa pajak naik untuk bayar utang. Asumsi itu sah-sah saja," ujarnya.

PAJAK NAIK

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menegaskan, kenaikan tarif pajak, khususnya tarif pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan salah satu bagian dari reformasi pajak yang tertuang melalui diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Pemerintah meramu kebijakan pajak tidak hanya PPN, namun juga aturan pajak lainnya seperti PPh dan KUP, yang diseimbangkan untuk mencapai titik keadilan,” kata Neil kepada Bisnis, Selasa (5/4/2022).

Dia menegaskan kenaikan tarif PPN dibarengi dengan perlindungan kelompok menengah bawah dengan pemberian insentif dan dukungan APBN, seperti perubahan bracket tarif PPh orang pribadi, PTKP UMKM sampai dengan Rp500 juta, relaksasi sanksi administrasi yang lebih fair dan meringankan, maupun berbagai program perlindungan sosial, subsidi, insentif untuk pelaku usaha dan masyarakat luas, serta KUR dengan bunga ringan untuk masyarakat kecil.

“Harapannya masyarakat dapat melihat kebijakan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional yang saat ini tengah kita usahakan bersama,” ungkapnya.

Sementara itu, menanggapi terkait rasio utang Indonesia di 2022, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menuturkan pengelolaan utang tak lepas dari pengelolaan fiskal secara keseluruhan.

Peningkatan bebang utang, kata Luky, terjadi lantaran peningkatan outstanding utang dan tren kenaikan tingkat suku bunga.

“Peningkatan utang karena pelebaran defisit merupakan respon pemerintah yang perlu diambil dalam kondisi extraordinary Covid-19 mulai APBN 2020, dan ini juga dialami oleh hampir seluruh negara emerging market. Kenaikan defisit fiskal Indonesia bahkan relatif moderat dibandingkan dengan negara lain,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (5/4/2022).

Dia memperkirakan, kenaikan defisit APBN hanya bersifat sementara dan akan kembali di bawah 3 persen PDB di 2023 melalui komitmen konsolidasi fiskal. Sejalan dengan hal tersebut, rasio utang terhadap PDB pun akan semakin membaik seiring penurunan kebutuhan pembiayaan dan perbaikan pendapatan sebagai hasil dari konsolidasi dan reformasi fiskal.

Pemerintah tetap menjaga rasio utang tidak melebihi batas 60 persen, sesuai ketentuan dalam undang-undang serta berusaha mengupayakan penurunan penerbitan utang pada tahun berjalan.

Pada 2021, dia menjelaskan bahwa kinerja pendapatan yang baik terbukti dapat mengurangi realisasi defisit di bawah pagu APBN dan mengurangi kebutuhan pembiayaan utang sebesar Rp310 triliun.

Kemudian di awal 2022, penanganan Covid-19 yang semakin baik telah mendorong aktivitas industri dan meningkatkan optimisme masyarakat atas pemulihan ekonomi domestik. Realisasi pendapatan di 2 bulan pelaksanaan APBN juga menunjukkan kinerja yang baik.

Namun demikian, risiko global yang berasal dari konflik Rusia-Ukraina dan kebijakan moneter negara maju tetap perlu diwaspadai karena dapat berdampak bagi APBN dan laju pemulihan ke depan.

Dengan berbagai dinamika kondisi APBN, kata Luky, pemerintah telah mengambil berbagai respon kebijakan diantaranya di sisi pembiayaan adalah mengurangi jumlah pembiayaan utang tahun 2022, sebesar Rp100 triliun saat ini.

“Dengan pengurangan tersebut, tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan, terutama yang berasal dari pasar keuangan diharapkan dapat berkurang. Rasio utang terhadap PDB akhir tahun diharapkan semakin terkendali di kisaran 41 persen PDB,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menegaskan bahwa defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bakal lebih rendah pada 2022. Dengan demikian, pemerintah akan menarik lebih sedikit utang dibandingkan di masa pandemi dua tahun terakhir.

Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 awalnya dipatok hingga Rp868 triliun atau 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini akan menjadi tambahan dari nominal utang Indonesia yang kini mencapai sekitar Rp7.000 triliun.

Sri Mulyani dan Kementerian Keuangan akan berupaya keras untuk menurunkannya hingga Rp100 triliun. "Tahun ini, kita coba turunkan lagi. Kita sudah hitung-hitung paling tidak turun Rp 100 T atau bisa lebih," tegas Sri Mulyani, Selasa (22/3/2022).

Dengan hitungan ini, defisit APBN diperkirakan menjadi 4,3 persen PDB tahun ini.

Berbicara mengenai manfaatnya, Bhima menegaskan utang harus digunakan untuk menciptakan produktivitas masyarakat misalnya pengadaan barang dan jasa lebih memprioritaskan produk lokal dan UMKM.

"Kemudian mengurangi beban belanja pegawai atau belanja yang sifatnya birokrasi. Efisiensi harus dilakukan di segala lini sehingga fungsi utang kembali ke percepatan pemulihan ekonomi," katanya.

Sementara itu, Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia Ajib Hamdani melalui keterangan tertulisnya pada Jumat (1/4/2022) mengatakan, pemerintah harus berkomitmen dalam mengelola keuangan negara secara transparan, akuntabel, produktif dan pro dengan rakyat.

"Karena, seluruh beban utang ini, akan menjadi tanggung jawab yang dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia di masa depan," ungkapnya, dikutip Senin (4/4/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper