Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Solar Subsidi Langka, Ternyata Ini Biang Keroknya

Antrean kendaraan untuk mendapatkan solar subsidi ditengarai merupakan imbas dari disparitas harga yang siginifikan antara solar subsidi dan nonsubsidi.
Pertamina menjamin ketersediaan pasokan solar bersubsidi, sebagai bagian dari penugasan pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Pertamina menjamin ketersediaan pasokan solar bersubsidi, sebagai bagian dari penugasan pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Bisnis.com, JAKARTA – Kelangkaan solar subsidi belakangan ini ditengarai merupakan imbas dari disparitas harga yang lebar antara solar subsidi dan nonsubsidi.

PT Pertamina (persero) mencatat penjualan solar nonsubsidi untuk industri turun hingga 11 persen. Mengacu pada Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan bermotor plat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari enam.

Solar dexlite awalnya dibanderol dengan harga Rp9.700 per liter pada Januari 2022, lalu naik menjadi Rp12.400 per liter pada Februari dan kembali naik menjadi Rp13.250 per liter pada Maret 2022.

Kenaikan harga ini disebut-sebut menjadi penyebab kalangan industri untuk beralih membeli solar subsidi yang harganya hanya dipatok Rp5.150 per liter, yang memicu kelangkaan solar di sejumlah daerah.

Ketua Umum ASPEBINDO (Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia) Anggawira menyatakan tingginya harga solar nonsubsidi mempengaruhi kegiatan distribusi batu bara.

“Selama ini kami menggunakan solar nonsubsidi. Dengan adanya kenaikan harga [solar non subsidi], terlebih jika harga melambung cukup tinggi, dapat mengganggu aktivitas distribusi batu bara,” papar Anggawira kepada Bisnis, Senin (4/4/2022).

Adapun untuk kenaikan harga solar nonsubsidi, ia menilai hal itu tidak mempengaruhi kegiatan produksi batu bara secara signifikan sebagaimana kegiatan distribusi.

“Untuk kegiatan produksi [batu bara], tidak berpengaruh secara signifikan. Karena sudah disusun dari RKAB [Rencana Kerja dan Anggaran Biaya] tambang, mengenai berapa [batu bara] yang diproduksi. Tetapi kembali lagi, jika harga solar non subsidi naik cukup tinggi, pasti akan terpengaruh juga,” tutur Anggawira.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menduga ada peralihan konsumsi oleh kalangan usaha dari solar nonsubsidi ke subsidi sehingga menyebabkan kelangkaan solar.

“Kalau dilihat penjualan ke industri turun tapi di ritel naik, jadi ada perpindahan,” kata Nicke setelah memantau penjualan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Palembang, Sumatera Selatan, dikutip dari Antara, Minggu (3/4/2022).

Menurutnya, kondisi ini perlu diantisipasi dengan regulasi karena industri besar tak diperkenankan menggunakan minyak solar subsidi.

“Subsidi ini hanya kendaraan umum dan kendaraan pengangkut barang-barang logistik, yang bertujuan agar harga-harga kebutuhan pokok tidak naik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper