Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan fashion ritel asal Swedia Hennes & Mauritz (H&M) berencana menaikkan harga jual produknya di tengah lonjakan inflasi dan tantangan rantai pasokan global.
H&M bakal menambah daftar perusahaan ritel serupa yang akan menaikkan harga pada 2022. Mengutip Forbes, Jumat (1/4/2022), CEO H&M Group Helena Helmersson saat investor meeting mengatakan pihaknya melihat bahwa pesaing sudah mulai menaikkan harga. “Kami juga perlu menyesuaikan milik kami,” ungkapnya.
Sementara itu, CFO H&M Group Adam Karlsson menambahkan perseroan akan melakukannya dengan cara yang kompetitif di setiap pasar dan dalam setiap kategori produk.
Dampak kebijakan ke beberapa pembeli yang sensitif terhadap harga H&M akan menarik dilihat dalam beberapa bulan mendatang karena konsumen juga terkena inflasi yang meningkat, tagihan energi yang melonjak, dan biaya hidup yang lebih tinggi.
Pada kuartal terakhir atau awal Maret 2022, H&M telah menghentikan semua bisnis di Rusia, Belarusia, dan Ukraina karena perang. Langkah ini memengaruhi total 185 toko, serta penjualan online di Rusia.
Penjualan bersih di seluruh grup selama 1-28 Maret meningkat sebesar 6 persen dalam mata uang lokal dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun ini merupakan perlambatan yang nyata dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya. Jika tida termasuk penjualan di Rusia, Belarusia dan Ukraina, peningkatan penjualan perseroan adalah 11 persen.
Baca Juga
Maret 2022 juga menjadi saksi dimulainya dorongan H&M ke pasar baru. Perusahaan diluncurkan di Kamboja melalui waralaba dan memiliki pembukaan lebih lanjut untuk Ekuador, Kosovo, Makedonia Utara, Kosta Rika dan Guatemala pada 2022, dua rencana yang terakhir melalui waralaba.
Adapun saham H&M turun 12,9 persen di Bursa Efek Stockholm pada penutupan perdagangan Selasa (31/3/2022) waktu setempat merespons rencana kenaikan harga pakaian.
H&M tercatat menorehkan peningkatan penjualan sebesar 23 persen dari tahun ke tahun menjadi US$5,24 miliar atau setara 49,2 miliar Krona Swedia pada tiga bulan pertama yang berakhir pada Februari 2022.
Di periode yang sama tahun 2021 banyak toko yang tutup karena pandemi. Sementara perusahaan juga mengubah kerugian sebelum pajak sebesar US$148 juta tahun lalu menjadi laba sebelum pajak sebesar US$30 juta, ini meleset dari perkiraan.
Helena Helmersson mengakui bahwa gangguan dan penundaan dalam rantai pasokan telah mempengaruhi perusahaan dan bahwa pasar utama dipengaruhi oleh gelombang baru pandemi pada kuartal I/2022. Ini merujuk pada kedatangan varian Omicron dari Covid-19 yang menyebabkan penutupan toko di beberapa lokasi terbaik perusahaan.
Namun demikian, penjualan di toko fisik memang pulih dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu dan penjualan online terus berkinerja baik.
Hanya wilayah Asia, Oseania dan Afrika yang mengalami kontraksi penjualan atau turun 3 persen secara tahunan, sementara wilayah terbesar H&M di Eropa Barat dan Amerika Utara & Selatan meningkat kembali dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 37 persen dan 36 persen.