Bisnis.com, JAKARTA — Kelangkaan solar bersubsidi (biosolar) berdampak pada truk angkutan. Pengusaha jasa truk angkutan berharap pemerintah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk melakukan seluruh cara dan alternatif untuk bisa mencukupi kebutuhan masyarakat, dalam hal ini utamanya kendaraan angkutan umum atau barang.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia atau Aptrindo untuk Jateng & DIY Bambang Widjanarko mengatakan bahwa kelangkaan semakin meluas dan berdampak pada kendaraan angkutan truk. Dia mengatakan para pengemudi perlu berantre panjang untuk mendapatkan bahan bakar, sehingga operasional ikut terdampak.
"Di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa masih saja terjadi antrean panjang untuk mendapatkan Biosolar. Pengemudi truk terpaksa banyak yang sampai harus rela menginap di sejumlah SPBU demi untuk mendapatkan biosolar," jelas Bambang, Rabu (30/3/2022).
Untuk mengatasi hal tersebut, Bambang menyarankan sejumlah alternatif bagi pemangku kebijakan untuk bisa mencukup kebutuhan masyarakat terhadap solar bersubsidi. Salah satunya yakni menyarankan agar solar bersubsidi hanya dijual kepada semua jenis angkutan umum saja dan tidak bagi semua jenis kendaraan pribadi.
Apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka pemerintah dinilai harus berani mencabut subsidi solar jika beralasan tidak mau membebani APBN.
"Atau pemerintah harus berani mencabut subsidi biosolar jika pemerintah punya alasan tidak mau APBN tekor gara-gara kenaikan harga minyak dunia yang sudah hampir mencapai 100 persen (dari US$65 menjadi di atas US$100 per barel)," tuturnya.
Alternatif lain, lanjut Bambang, jika pemerintah tetap tidak mau mencabut subsidi namun tidak mau tekor lebih banyak lagi akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah disarankan untuk menetapkan batas subsidi. Misalnya, hanya mensubsidi Rp2.000 per liter saja atau berarti menaikkan harga biosolar tanpa harus melepas subsidi sepenuhnya.
"Daripada harga Biosolar tetap sedangkan harga minyak dunia sudah naik sangat signifikan, sehingga subsidi pemerintah membengkak dan pemerintah tidak mau APBN jebol malah mengambil opsi mengurangi pasokan Biosolar sehingga mempersulit masyarakat yang membutuhkan," ucap Bambang.
Bambang menilai pemerintah dan BPH Migas perlu berterus terang kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi. Dia mengingatkan agar kedua pihak tidak hanya berusaha mengeluarkan pernyataan berupa pembelaan terhadap institusinya masing-masing saja.
"Bagi masyarakat pengguna Biosolar yang paling dibutuhkan adalah bagaimana caranya agar Biosolar selalu tersedia dan pembeli tidak perlu mengantre hingga berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mendapatkannya, daripada harus mendengar keterangan yang berbeda-beda dari pemerintah, Pertamina, dan BPH Migas," tutupnya.