Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan ada peluang perluasan ekspor produk baja setengah jadi di tengah pasokan yang surut akibat perang Rusia-Ukraina. Namun, hal itu bisa dilakoni asalkan lebih dulu memperhatikan kecukupan kebutuhan baja setengah jadi seperti slab dan billet untuk industri dalam negeri.
Bimakarsa Wijaya, Direktur IISIA mengatakan industri baja dalam negeri mampu memenuhi pasar slab dan billet yang ditinggalkan Rusia dan Ukraina di Indonesia. Sebelumnya, menurut catatan Kementerian Perindustrian, Indonesia mengimpor slab dan billet dari Rusia dan Ukraina, sebagai bahan baku produk baja hilir sebesar 5 persen hingga 10 persen.
"Kemampuan dalam negeri masih mencukupi dan hampir tidak ada pengaruh. Kedua, apabila memungkinkan, kami bisa memanfaatkan untuk melakukan ekspor, karena seluruh negara Eropa akan terdampak," kata Bima dalam webinar online, Senin (28/3/2022).
Sebelumnya, Direktur Industri Logam, Kementerian Perindustrian Liliek Widodo mengatakan untuk menggantikan pasokan slab dan billet dari Rusia dan Ukraina, industriawan mulai mencari importir alternatif seperti China dan Korea Selatan.
Menurut catatan IISIA, kapasitas produksi industri baja nasional pada produk setengah jadi yaitu 19,5 juta ton dengan permintaan pada 2020 tercatat hanya 11,7 juta ton. Kapasitas produksi tersebut terdiri atas 10,9 juta ton billet dan 8,6 juta ton slab.
Jika industri domestik di hulu dapat menggenjot kapasitas produksinya, tidak hanya pasar dalam negeri yang bisa diisi, tetapi juga perluasan ekspor ke Eropa Timur, Eropa Barat, dan Timur Tengah.
Baca Juga
sebagai indikasi adanya peluang peningkatan ekspor, nilai pengapalan produk besi baja dengan kode HS 72 sampai Februari 2022 tercatat meningkat 84 persen secara year-on-year (YoY) dari US$2,2 miliar menjadi US$4,1 miliar. Namun, di sisi lain impor baja juga meningkat 75 persen dari US$1,3 mikiar menjadi US$2,3 miliar.
Banjir impor terjadi di produk baja hilir yang menekan utilitas kapasitas produksi industri dalam negeri hingga ke angka 45 persen pada produk cold rolled coil (CRC). Adapun, rata-rata utilitas kapasitas produksi sepanjang tahun lalu masih di angka 45 persen hingga 55 persen.
"Dengan tingginya porsi impor terhadap kebutuhan nasional, maka utilitas kapasitas tertekan sampai di bawah tingkat utilitas yang sehat bagi industri untuk bertahan dan berkembang," ujarnya.