Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah merombak kebijakan terkait minyak goreng sawit (MGS) curah, dari semula berbasis perdagangan menjadi berbasis industri. Hal ini dilakukan karena kebijakan MGS curah berbasis perdagangan terbukti tidak efektif menjaga pasokan dan harga bagi masyarakat, pelaku usaha mikro, dan usaha kecil.
Dengan kebijakan berbasis industri, Kementerian Perindustrian bisa mengatur bahan baku, produksi dan distribusi MGS curah dengan lebih baik, sehingga pasokannya selalu tersedia dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kebijakan berbasis industri ini juga diperkuat dengan penggunaan teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah) dalam pengelolaan dan pengawasannya.
Kebijakan MGS berbasis industri ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.8/ 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Beleid ini mengatur proses bisnis program MGS curah subsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, pembayaran klaim subsidi, larangan dan pengawasan.
Pada tahap registrasi, semua perusahaan industri minyak goreng sawit diwajibkan untuk mendaftar dalam keikutsertaan program. Terdapat 81 perusahaan industri yang wajib mengikuti dan berpartisipasi dalam program ini.
“Kami wajibkan semua industri MGS mendaftar melalui SIINas dan bagi perusahaan industri yang tidak mendaftar, akan dikenakan sanksi,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Proses registrasi dilakukan melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin. Industri diwajibkan menyampaikan data dan dokumen tentang sumber dan volume bahan baku, daftar distributor (D1 dan D2) sampai pada tingkat kabupaten/kota.
“Semua data dan dokumen tersebut diverifikasi oleh Kemenperin hingga mendapat nomor registrasi paling lambat dalam tiga hari kerja. Kemudian, perusahaan industri menandatangani perjanjian pembiayaan penyediaan Minyak Goreng Curah dengan Direktur Utama BPDPKS paling lama lima hari setelahnya,” jelas Agus.
Selanjutnya, Kemenperin akan menetapkan alokasi produksi dan distribusi wilayah masing-masing produsen minyak goreng. Industri yang telah memproduksi dan mendistribusikan produknya dapat mengajukan klaim pada BPDPKS.
Pengajuan klaim ini dilakukan melalui SIINas untuk diverifikasi oleh Kemenperin. Setelahnya, BPDPKS mentransfer dana subsidi pada rekening produsen sesuai dengan bukti klaim yang telah diverifikasi tersebut.
“Kami mengupayakan agar pembayaran klaim subsidi dari BPDPKS ke industri sesingkat mungkin dengan secara digital dan sangat memperhatikan good governance,“ ujarnya.
Sementara itu, guna mencegah rembesan atau kebocoran dalam program ini, ditetapkan aturan larangan bagi pelaku usaha, seperti produsen MGS dan distributor, untuk melakukan pengemasan ulang, penjualan ke industri, dan ekspor ke luar negeri.
Selain itu, pengawasan atas program ini dilakukan secara online, sejak dari produksi, distribusi dan penjualan di tingkat pengecer.
“Kami akan menggunakan aplikasi digital Simirah yang dapat melacak aliran MGS Curah sejak dari bahan baku sampai ke tangan pengecer,” kata Agus.
Adapun, untuk menjamin pelaksanaan program ini, pengawasan melibatkan perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Satgas Pangan POLRI, pemerintah daerah, dan BPDPKS.
Kemenperin mencatat kebutuhan Minyak Goreng Sawit Curah diperkirakan sebesar 7.000 – 8.000 ton perhari. Sampai hari ini (22/3/2022), sebanyak 47 perusahaan industri dan distributornya sudah mendaftar melalui SIINas. Dari 47 perusahaan tersebut, 30 di antaranya sudah selesai verifikasi dan telah mendapatkan nomor registrasi, sedangkan 17 lainnya dalam proses.
“Kami optimistis, program MGS Curah Subsidi ini mampu memasok kebutuhan pasar lebih besar dan dengan harga sesuai HET Pemerintah,” ujarnya.