Bisnis.com, JAKARTA – Industri semen dalam negeri masih belum bisa menggenjot kinerja ekspor lantaran harga batu bara yang tinggi.
Menurut catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI,) penjualan ekspor sampai dengan Februari 2022 sebesar 1,33 juta ton. Angka ini terkoreksi 35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum ASI Widodo Santoso mengatakan meski sudah ada skema harga khusus batu bara untuk industri semen dan pupuk sebesar US$90 per metrik ton, nilainya masih 50 persen lebih tinggi daripada awal 2021. Selain itu, sebarannya juga belum merata ke seluruh pabrikan semen domestik.
"Dengan adanya kenaikan harga batu bara sangat tinggi, maka kemampuan ekspor klinker dan semen menurun tajam sekitar 35 persen," kata Widodo kepada Bisnis, Senin (21/3/2022).
Selain harga yang belum membaik, persediaan batu bara di pabrikan juga masih terbatas, belum banyak berubah dari kondisi akhir tahun lalu. Pabrikan khawatir jika ekspor digenjot, maka pasokan ke dalam negeri akan terganggu. Karenanya penggunaan batu bara difokuskan untuk produksi dalam negeri.
Dia melanjutkan kontinuitas suplai batu bara ke pabrikan semen menjadi penting untuk menggenjot kinerja ekspor. Adapun, kinerja ekspor di industri semen diperlukan dalam rangka meningkatkan utilitas kapasitas produksi yang mengalami oversuplai sekitar 38 juta ton per tahun.
Sementara itu, konsumsi semen dalam negeri sampai dengan Februari 2022 mengalami kenaikan 10,4 persen secara year-on-year (yoy) menjadi 10,54 juta ton. Kenaikan terbesar terjadi di Kalimantan sebesar 21,2 persen dengan volume 691.823 ton.
Adapun konsumsi semen di Sumatera naik 10,2 persen menjadi 2,36 juta ton, dan di Jawa naik 7,3 persen menjadi 5,52 juta ton. Kenaikan konsumsi juga terjadi di Sulawesi sebesar 10 persen menjadi 1,09 juta ton, di Bali dan Nusa Tenggara sebesar 10,9 persen menjadi 514.319 ton.
Adapun, di Maluku dan Papua, kenaikan konsumsi tercatat 16,9 persen menjadi 363.893 ton. Dengan demikian, total penjualan semen domestik dan ekspor hingga Februari 2022 tercatat sebesar 11,87 juta ton.
"Konsumsi dalam negeri cukup menjanjikan, lain dengan penjualan ekspor yang menurun drastis," imbuh Widodo.