Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dengan menetapkan aturan baru, yaitu menyesuaikan harga minyak goreng kemasan sesuai dengan harga pasar.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menyampaikan, minyak goreng pada Februari 2022 memiliki bobot sebesar 1,09 persen dalam Indeks Harga Konsumen.
Ini artinya, minyak goreng termasuk dalam 20 komoditas teratas yang berkontribusi terhadap inflasi, dengan bobot yang hampir sama dengan rokok filter dan daging ayam.
Dia memperkirakan, dengan asumsi harga minyak goreng melonjak dari Rp14.000 menjadi Rp22.000 per liter, maka inflasi komoditas ini dapat meningkat lebih dari 0,6 persen.
“Dengan asumsi harga CPO tetap pada level saat ini di MYR6.000 per ton. Tahun lalu, minyak goreng berkontribusi 0,31 persen terhadap inflasi tahunan sebesar 1,87 persen,” katanya, Kamis (17/3/2022).
Dia menilai, kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah justru memperparah ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan. Dari sisi pasokan, kebijakan HET menghambat produksi dan mendorong penimbunan.
Sementara itu, dari sisi permintaan, kebijakan itu menciptakan kelangkaan karena mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak barang daripada yang diperlukan.
Bahana pun melihat kebijakan subsidi akan lebih efektif dibandingkan mengontrol harga. Satria memperkirakan kebutuhan subsidi mencapai Rp1,6 triliun - Rp2 triliun per bulan.
"Dengan asumsi, pemerintah mendistribusikan 2 liter minyak goreng per kepala per bulan kepada 35 juta warga miskin dan pengangguran," ungkapnya.