Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Berlaku Tarif PPN 11 Persen, Pengamat Berikan Pertimbangan Ini

Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia Ajib Hamdani mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, sebelum melanjutkan atau menunda kenaikan tarif PPN 11 persen.
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-undang PPN.

Mendekati masa berlakunya yang tinggal menghitung hari, kebijakan tersebut masih menjadi perdebatan. 

Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia Ajib Hamdani mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, sebelum melanjutkan atau menunda kebijakan tersebut. Dengan begitu, regulasi yang dibuat dapat memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia.

Ajib menjelaskan, pada dasarnya pajak memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai instrumen budgeteir dimana pajak mempunyai fungsi mengumpulkan uang untuk pundi-pundi negara dan instrumen reguleren, dimana membuat keseimbangan dan pengatur ekonomi masyarakat.

"Kedua fungsi pajak ini, dalam satu kondisi yang sama, bisa bersifat kontradiktif, dan pemerintah harus mempunyai kebijakan sebagai dasar untuk membuat regulasi yang presisi," kata Ajib dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).

Lebih lanjut dia menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 telah didesain untuk belanja sebesar 2.714,2 triliun, dengan potensi penerimaan pajak sebesar 1.265 triliun. 

Dengan instrumen UU Nomor 2 tahun 2020, pemerintah berkesempatan untuk membuat defisit APBN tahun 2022 melebihi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut Ajib, dengan struktur yang ada, diharapkan kebijakan kenaikan tarif PPN ini bisa menambal defisit yang ada. 

"Dengan asumsi tarif PPN mengalami penyesuaian menjadi 11 persen dan bisa diberlakukan pada 1 April nanti, maka potensi pundi-pundi kas negara bisa bertambah kisaran 41 triliun. Angka potensi ini didapat dari kenaikan selisih 10 persen selama 9 bulan, asumsi secara ekonomi barang dan jasa kena pajak ceteris paribus sesuai kondisi tahun 2021. Angka yang sangat signifikan dalam menambah arus kas masuk," jelas Ajib.

Kemudian, pertimbangan kedua untuk melanjutkan kebijakan ini adalah keberlanjutan regulasi dan kepastian hukum. Sebab sejak awal UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ditetapkan pada 2021, sudah dihitung secara seksama, tentang waktu pelaksanaan penyesuaian tarif PPN ini, yaitu 1 April 2022.

Kendati demikian, secara kontradiktif pajak juga memiliki fungsi reguleren untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif dan berkelanjutan. Ajib memberikan dua pertimbangan apakah pasal kenaikan tarif PPN ini untuk dilakukan penyesuaian waktu atau ditunda.

Pertimbangan pertama, pemerintah secara agresif juga membuat target pertumbuhan ekonomi secara agregat tumbuh 5,2 persen. Sedangkan menurut Ajib, lebih dari 57 persen PDB ditopang oleh sektor konsumsi.

"PPN ini adalah jenis pajak yang pembebanannya ditanggung dan dibayar oleh konsumen akhir. Sehingga akan memberikan tekanan terhadap kemampuan daya beli masyarakat," ungkapnya.

Apalagi saat ini dalam masa peralihan pandemi menuju endemi, semua instrumen pemerintah sangat dibutuhkan untuk terus memberikan dukungan iklim ekosistem ekonomi yang positif. Sehingga menurut Ajib, menarikkan tarif PPN dalam momentum sekarang, menjadi pilihan yang cenderung kurang pas.

Adanya potensi inflasi menjadi pertimbangan kedua. Seperti diketahui, pemerintah membuat target inflasi hanya di angka 3 persen. Padahal, jika melihat perkembangan ekonomi terakhir, terjadi ketidakseimbangan supply dan demand untuk beberapa komoditas. Ini tentunya dapat memberikan dampak kenaikan harga. Untuk itu, dibutuhkan stabilitas regulasi agar ekonomi bisa berjalan dengan baik.

"Secara kuantitatif, dengan tambahan tarif PPN menjadi 11 persen, inflasi bisa bertambah 0,4 persen secara agregat di akhir 2022. Dengan kondisi yang ada, menjadi keputusan yang tidak mudah, apakah kenaikan tarif PPN sesuai UU HPP ini akan dilanjutkan pada tanggal 1 April ini, atau ditunda," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan semua keputusan ada di tangan pemerintah. Sebagai warga negara yang membayar pajak, menurutnya, masyarakat perlu menunggu aspek mana yang akan menjadi prioritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper