Bisnis.com, JAKARTA - Industri furnitur bakal segera diramaikan dengan investasi dari China ke Jawa Tengah dengan nilai lebih dari US$1,2 miliar. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengingatkan pasokan dan ketersediaan bahan baku yang akan semakin diperebutkan.
Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur mengatakan pemerintah perlu segera membenahi tata kelola bahan baku kayu menyusul tumbuhnya industri furnitur khususnya yang berorientasi ekspor.
"Dia bisa memperkuat ekspor, tetapi harus diwaspadai kalau pemerintah tidak melakukan tata kelola yang baik dari sumber bahan baku, agar tidak rebutan," kata Abdul kepada Bisnis, Rabu(16/3/2022).
Produsen kayu di Indonesia sebagian besar adalah hutan rakyat dan sebagian kecil adalah perusahaan milik negara atau BUMN.
Permasalahannya, BUMN yang merupakan salah satu pemasok kebutuhan kayu ke industri mebel dan kerajinan nasional saat ini hanya Perum Perhutani yang hanya memiliki luas dan fungsi kawasan hutan sebesar 2,43 juta hektar atau setara 1,9 persen dari total luas hutan Indonesia 125,92 juta hektar.
Total luas kawasan hutan milik Perhutani terdiri atas hutan produksi 1,43 juta hektar (58 persen), hutan produksi terbatas 394.212 hektar (16 persen) dan hutan lindung 636.869 hektar (26 persen).
Baca Juga
Abdul mengatakan meski investor dari China juga berinvestasi pada penyediaan bahan baku di Kalimantan, tata kelola produksi kayu tetap mesti diperbaiki.
"Perhutani harus sudah melihat bukan hanya sebagai pemasok, tetapi harus juga sebagai agregatornya, karena peluang ini, kalau tidak bisa dipenuhi pasti impor," ujarnya.
Kesulitan bahan baku tidak hanya terjadi pada kayu tetapi juga rotan. HIMKI memantau masih maraknya praktik penyelundupan rotan ke luar negeri yang sudah masuk barang dilarang ekspor menurut Peraturan Menteri Perdagangan No.45/2019.
HIMKI mencatat dalam 12 tahun terakhir, ekspor mebel dan kerajinan berbasis rotan tumbuh stagnan bahkan cenderung menurun. Pada 2020, kontribusi mebel berbasis rotan hanya sebesar 6,2 persen.