Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan imbal hasil obligasi global karena dampak peperangan di Ukraina dikhawatirkan akan memacu pengetatan moneter yang agresif di seluruh negara maju.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (15/3/2022), imbal hasil surat utang negara AS tenor 10 tahun melonjak 8 basis poin menjadi 2,53 persen, melebihi level tertinggi saat krisis pasar utang pada 19 Maret 2020.
Hal itu diikuti dengan kenaikan surat utang AS tenor 10 tahun dan Jerman hingga lebih dari 10 basis poin dalam semalam dan suku bunga obligasi negara terkerek ke level tertinggi sejak 2018.
Sementara itu, para trader meyakini Federal Reserve akan memulai siklus pengetatan pada Rabu dan menaikkan suku bunga pada enam pertemuan berikutnya tahun ini.
Aksi jual berlanjut saat China kembali menerapkan lockdown akibat peningkatan kasus sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kemacetan rantai pasok global.
Invasi Rusia di Ukraina memang telah membuat para investor menumpuk aset haven ini. Namun, tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter memudarkan minat investor untuk mempertahankan surat utang pemerintah.
Baca Juga
"[Surat utang pemerintah] kehilangan keuntungan diversifikasinya dan kami melihat investor menginginkan kompensasi yang lebih besar, menahan mereka di tengah kenaikan inflasi dan beban utng yang lebih besar," kata analis BlackRock Investment Institute Alex Brazier dan koleganya dalam sebuah catatan.
Sebelumnya, imbal hasil surat utang pemerintah AS memecahkan rekor pada Februari mencapai 2,12 persen, tertinggi sejak Juli 2019.
Tingkat impas obligasi 10 tahun AS yang menjadi tolok ukur ekspektasi inflasi pasar obligasi, naik di atas 3 persen untuk pertama kalinya sejak 1998.
"Oleh karena prospek inflasi didominasi oleh faktor geopolitik, dan yang terbaru, penguncian di Shenzhen, tampaknya kenaikan inflasi yang lebih tinggi akan terus berlanjut,” kata Peter Chatwell, ahli strategi multi-aset Mizuho International Plc.