Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kompak! IMF dan Bank Dunia Pastikan Gagal Bayar Rusia Tak Akan Picu Krisis Keuangan Global

Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa kondisi gagal bayar Rusia tidak akan memicu krisis keuangan global. Namun, IMF memaparkan bahwa perang Rusia dan Ukraina akan memperberat inflasi global karena naiknya harga biji-bijian, energi, pukpuk dan logam.
Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva dalam konferensi pers virtual Spring Meetings 2020/ Bloomberg - Andrew Harrer
Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva dalam konferensi pers virtual Spring Meetings 2020/ Bloomberg - Andrew Harrer

Bisnis.com, JAKARTA - Gagal bayar Rusia atas utangnya setelah pengenaan sanksi negara-negara barat atas invasinya ke Ukraina tidak dapat terelakkan lagi.

Namun, kabar baiknya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa kondisi tersebut tidak akan memicu krisis keuangan global.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain sudah memiliki dampak "parah" pada ekonomi Rusia dan akan memicu resesi yang mendalam di sana tahun ini. Perang di Ukraina juga akan menaikkan harga pangan dan energi, yang menyebabkan kelaparan di Afrika, tambahnya.

“Dalam hal pembayaran kewajiban utang, saya dapat mengatakan bahwa kita tidak lagi menganggap default Rusia sebagai peristiwa yang mustahil. Rusia memiliki uang untuk membayar utangnya, tetapi tidak dapat mengaksesnya. Yang lebih saya khawatirkan adalah ada konsekuensi yang melampaui Ukraina dan Rusia,” paparnya dalam wawancara dengan CBS seperti dikutip dari The Guardian.

Pekan lalu, Kepala Ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart memperingatkan bahwa Rusia dan sekutunya Belarusia “sangat dekat” dengan default.

Ketika ditanya apakah default Rusia dapat memicu krisis keuangan di seluruh dunia, Georgieva mengatakan bahwa dirinya tidak melihat risiko itu.

"Untuk saat ini, tidak," tegas Reinhart. Total eksposur bank ke Rusia berjumlah sekitar US$120 miliar, jumlah tersebut tidak signifikan dan tidak relevan secara sistematis.

Pekan lalu, Reinhart juga mengatakan IMF akan menurunkan perkiraan untuk pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen pada tahun 2022 sebagai akibat dari perang.

Secara terpisah, Rusia mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka mengandalkan China untuk membantunya menahan pukulan terhadap ekonominya dari sanksi, tetapi AS telah memperingatkan Beijing untuk tidak memberikan dukungan itu.

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan Moskow tidak dapat mengakses US$300 miliar dari US$640 miliar emas dan cadangan devisa Rusia, tetapi masih memegang sebagian dari cadangannya dalam mata uang China, yuan.

“Dan kami melihat tekanan apa yang diberikan oleh negara-negara barat pada China untuk membatasi perdagangan timbal balik dengan China. Tentu saja, ada tekanan untuk membatasi akses ke cadangan itu,” katanya.

Rusia akan melakukan dua pembayaran bunga pada 16 Maret 2022. Namun, Silaunow mengatakan pihaknya akan memiliki masa tenggang 30 hari untuk melakukan pembayaran kupon.

Efek Limpahan

Adapun, Bos IMF menyatakan keprihatinan tentang efek limpahan dari perang terhadap tetangga langsung Rusia dan Ukraina karena mereka memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan kedua negara, dan tentang sejumlah besar orang Ukraina yang melarikan diri dari konflik sehingga menimbulkan krisis pengungsi terbesar di Eropa sejak perang dunia kedua.

Georgieva juga menambahkan IMF sangat khawatir dengan negara-negara yang belum pulih dari krisis ekonomi akibat Covid, yang akan terpukul keras oleh lonjakan harga gandum dan komoditas lainnya. “Bagi mereka, kejutan ini sangat menyakitkan,” kata Georgieva. Negara lain sangat bergantung pada impor energi dari Rusia.

"Ya, perang di Ukraina berarti kelaparan di Afrika, tetapi perang di Ukraina juga memiliki implikasi sosial bagi banyak negara melalui tiga saluran," katanya. Salah satunya adalah harga komoditas energi, biji-bijian, pupuk, logam.

Kondisi ini akan memberikan dampak terhadap inflasi dan menambah beban di negara-negara di mana inflasinya sudah tinggi, seperti Brasil dan Mexico.

Sementara itu, dikutip dari IMF Media Roundtable, Georgieva mengatakan dampak kedua adalah penurunan pendapatan riil karena efek inflasi dan kondisi itu akan tercermin dalam ekonomi riil. Ketiga, menurut IMF, dampak pada kondisi keuangan dan kepercayaan bisnis.

Dia menuturkan kondisi ini akan meresahkan pasar negara berkembang yang mungkin melihat dampak gabungan dari penurunan kepercayaan bisnis dan kondisi pengetatan moneter akibat inflasi yang melonjak sehingga ini akan menempatkan negara berkembang 'di tempat yang lebih bermasalah'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper