Bisnis.com, JAKARTA - Mendekati 2023, pemerintah dan Kepolisian akan semakin intens dalam menindak, mengawasi, dan mendorong normalisasi kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih atau over dimension and over loading (ODOL).
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan Indonesia bebas ODOL di 2023. Dalam waktu sekitar 10 bulan ke depan, Ditjen Hubdat akan melakukan mendorong baik pencegahan dan penindakan terhadap kendaraan ODOL.
"Kita lebih utamakan [pendekatan] preventif edukatif terutama untuk [kendaraan angkutan] sembako. Penegakan hukum selektif akan dikenakan melihat presentase pelanggaran dan komoditas barang yang dibawa," jelas Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, Selasa (8/3/2022).
Adapun, toleransi diberikan kepada angkutan bermuatan bahan pokok yang diberikan sebesar 30 persen pada 2021. Lalu, toleransi muatan barang diperkecil menjadi 15 persen pada 2022 dan sebesar 5 persen pada 2023.
Pada webinar hari ini, Budi menyampaikan bahwa sebelumnya target Indonesia bebas ODOL ditetapkan pada 2021. Namun, pelaku logistik saat itu meminta toleransi kepada Kemenhub untuk diberikan perpanjangan waktu guna melakukan normalisasi kendaraan mereka yang tidak sesuai aturan.
Kendati demikian, Budi menyebut hingga saat ini terdapat beberapa pengusaha pemilik kendaraan yang masih meminta toleransi waktu untuk menormalisasi armada mereka.
"Ada juga pengusaha atau perorangan yang masih meminta toleransi pengunduran waktu normalisasi kendaraan," ujarnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa dibutuhkan upaya lintas instansi untuk mengatasi masalah ODOL, mulai dari kementeriannya sendiri, Korlantas Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, pemerintah daerah, pengusaha, hingga pengemudi.
Hal tersebut karena dampak keselamatan dan kerugian yang besar akibat melintasnya ODOL di jalan raya dan di jalan tol. Budi menyebut kerusakan fasilitas jalan akibat ODOL setiap tahunnya bisa merugikan APBN hingga Rp43 triliun. Belum lagi, potensi korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas.
"Selain itu, muncul risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh truk ODOL. Sebagian besar disebabkan oleh angkutan barang 74-90 persen melanggar [aturan dimensi dan muatan]. Angkutan barang merupakan penyumbang kecelakaan terbesar [kedua] setelah sepeda motor," jelasnya.
Kemudian, Korlantas Polri mencatat sejak April-Desember 2021, terdapat 57 perkara kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih. Kecelakaan tersebut turut memakan korban jiwa sebanyak 22 orang selama periode tersebut.
"Dengan korban meninggal dunia 22 orang, korban luka berat 6 orang, dan 96 orang luka ringan," jelas Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan.
Di sisi lain, penegakan hukum bagi pelanggar aturan dimensi dan muatan dinilai harus lebih adil dan tidak hanya memberatkan pengemudi truk. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mewanti-wanti agar pihak otoritas juga bisa menindak pengusaha truk atau pemilik barang/logistik yang masih "nakal" melanggar aturan muatan barang.
Djoko menjelaskan bahwa masih banyak pengusaha truk atau pemilik kendaraan yang memuat barang ke dalam kendaraan angkutan, dengan kapasitas muatan yang tidak memadai.
"Asosiasi pengusaha truk ini sebenaranya orang-orang yang menjalankan usaha. Saya masih dengar ada yang [menggunakan] bekingan. Biayanya kan mahal, akhirnya untuk menutup [biayanya] pakai kendaraan yang overload, atau supirnya lagi yang jadi beban," tuturnya Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno.
Dia menegaskan bahwa pengemudi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas praktik ODOL di jalan raya maupun jalam tol. Pihak pemilik barang dinilai sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas praktik ODOL.
Adapun, Data Ditjen Kemenhub menunjukkan bahwa sebanyak 1.511 kendaraan ODOL telah dinormalisasi sampai dengan 2021. Beberapa daerah dengan jumlah kendaraan yang sudah dinormalisasi terbanyak di antaranya yakni Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat.
Sementara itu, penindakan terhadap pelanggar ODOL yang sudah mencapai tahap kelengkapan berkas atau P21 sampai dengan tahun lalu yakni berjumlah 14 kasus. Ada yang sudah mencapai tahapan inkrah, proses penyidikan, dan proses persidangan.