Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor CPO Merosot Imbas Kebijakan DMO Minyak Goreng

BPDPKS menuturkan terjadi penurunan volume dan nilai ekspor minyak sawit mentah setelah kebijakan kebijakan domestic market obligation (DMO).
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menuturkan terjadi penurunan volume dan nilai ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) setelah kebijakan kebijakan domestic market obligation (DMO) efektif pada akhir Januari 2022.

“Volume ekspor CPO Januari hingga 24 Februari ini hanya 4,04 juta metrik ton dengan pendapatan Rp6,22 triliun,” kata Eddy dalam Webinar "Dampak Kebijakan DMO dan DPO terhadap Ekspor CPO”, Jumat (25/2/2022).

Berdasarkan catatan BPDPKS, jumlah produksi CPO sepanjang 2021 mencapai 46,88 juta ton. Dari torehan itu, sebanyak 18,42 juta ton dialihkan untuk kepentingan pasar dalam negeri.

Perinciannya, 8,95 juta ton untuk bahan baku minyak goreng dan 7,34 juta ton untuk biodiesel. Sisanya, 34,23 juta ton diekspor ke luar negeri.

“Volume ekspor CPO mengalami penurunan pada Januari dan Februari ini,” tuturnya.

Di sisi lain, dia mengatakan, kelangkaan minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi masih terjadi. Dia mensinyalir kelangkaan itu disebabkan karena akses produsen minyak goreng pada bahan baku domestic price obligation (DPO) masih terbatas.

“Saat ini sedang masa transisi di mana produsen mencari bahan baku yang sesuai DPO untuk memproduksi minyak goreng HET,” kata dia.

Pemerintah, dia menambahkan, mesti mempertemukan produsen minyak goreng dengan produsen CPO sesuai harga DPO. Selain itu, diperlukan penyiapan rantai pasok minyak goreng HET.

“Misalnya dengan melibatkan Perum Bulog dalam hal distribusi minyak goreng HET hingga masyarakat bawah,” kata dia.

Sebelumnya, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) melaporkan sebagian besar produsen minyak goreng dalam negeri berhenti memproduksi minyak goreng dengan harga murah lantaran terbatasnya bahan baku sesuai ketentuan DMO dan DPO untuk CPO.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan terbatasnya bahan baku itu menyebabkan macetnya produksi minyak goreng untuk menstabilkan gejolak harga di tengah masyarakat sejak akhir tahun lalu akibat fluktuasi CPO.

“Kondisi produsen minyak goreng dalam negeri banyak yang nganggur karena tidak ada CPO berharga DMO sebesar Rp9.300 per kilogram sedangkan harga pasar Rp15.321 per kilogram,” kata Sahat melalui pesan WhatsApp, Jumat (18/2/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper