Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah menetapkan target lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Untuk mencapai target tersebut, saat ini Indonesia memiliki empat proyek raksasa migas, yaitu, Jambaran Tiung Biru di Jawa Tengah, Lapangan Abadi Blok Masela di Laut Arafuru, IDD (Indonesia Deepwater Development) di Cekungan Kutei Kalimantan Timur, dan Tangguh Train 3 di Papua.
Meski demikian, proyek-proyek tersebut diperkirakan mundur daripada target yang ditentukan.
Ahli ekonomi energi dan perminyakan Universitas Trisakti serta pendiri Reforminer Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan mundurnya pelaksanaan proyek-proyek strategis migas itu menyebabkan target lifting minyak 1 juta BOPD tidak dapat terpenuhi.
“Mundurnya pelaksanaan proyek-proyek strategis migas itu pasti berdampak pada tidak terpenuhinya target produksi migas sebanyak 12 MMSCFD dan minyak bumi 1 juta BOPD. Khususnya, jika proyek Tangguh train 3 dan Jambaran Tiung Biru yang mundur, akibat beberapa isu teknis di dalamnya,” ungkap Pri Agung kepada Bisnis, Selasa (22/02/2022).
Proyek Jambaran Tiung Biru memiliki produksi gas sebesar 190 MMSCFD. Proyek ini ditargetkan on stream pada akhir tahun 2021, namun karena ada beberapa kendala proyek yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) ini baru bisa berjalan pada kuartal II-2022.
Baca Juga
Selain Jambaran Tiung Biru, proyek yang juga mengalami pergeseran operasional adalan proyek Liquifed Naturan Gas (LNG) Tangguh Train 3 yang dioperatori oleh British Petroleum (BP). proyek LNG Tangguh Train 3 ini memiliki kapasitas produksi gas alam mencapai 700 MMSCFD dan kondensat sebesar 3.999 BCPD dengan nilai investasi US$ 8,9 miliar. Tangguh Train 3 rencanya memulai produksi pada September 2021 dan bergeser di Desember 2022
Akan tetapi, ia memperkirakan mundurnya pelaksanaan proyek Blok Masela dan IDD tidak berdampak signifikan pada pencapaian target tersebut.
“Khusus untuk IID dan Blok Masela, angka produksinya masih berupa perkiraan saja, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa mundurnya pelaksanaan kedua proyek ini berdampak pada pencapaian target lifting migas,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, mundurnya pelaksanaan proyek-proyek strategis tersebut berdampak pada ketercapaian target lifting migas.
“Saya kira dengan mundurnya target empat proyek besar migas tersebut bisa berdampak terhadap target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD di 2030. Hal ini karena proyek tersebut sangat signifikan terhadap jalannya kegiatan hulu migas,” terang Mamit kepada Bisnis, Selasa (22/02/2022).
Namun Mamit optimis bahwa pelaksanaan proyek tersebut dapat berjalan sesuai target yang ditentukan.
“Hanya saja, saya kira SKK Migas akan berusaha untuk tetap berjalan sesuai dengan target. Mengingat ini merupakan amanat dari pemerintah untuk mengurangi impor migas kita. Mereka sudah punya progam untuk mencapai target tersebut,” pungkas Mamit.
Adapun program yang telah dibuat SKK Migas untuk mencapai target lifting tersebut mencakup infill drilling/step out pada lapangan existing, dan work over/well service. Selain itu, dilakukan juga akselerasi transformasi resources menjadi produksi, dengan mempercepat POD baru dan POD yang ter-pending.