Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan alat berat bagi sektor pertambangan diproyeksi meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas sejak tahun lalu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengakui bahwa permintaan alat berat dari sektor pertambangan mulai meningkat dipicu oleh geliat industri tambang.
“Antara lain dipicu oleh prospek industri akibat kenaikan harga komoditas,” katanya kepada Bisnis, Minggu (20/2/2022).
Meski begitu, asosiasi tidak dapat memperkirakan berapa banyak kontribusi perusahaan tambang dalam permintaan alat berat tahun ini. Pasalnya tiap perusahaan memiliki kebijakan dan rencana berbeda.
Setali tiga uang, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menyebut kebutuhan ini ditopang oleh permintaan komoditas tambang yang meningkat sejak tahun lalu.
Perusahaan tambang memanfaatkan momentum penguatan harga untuk meningkatkan produksi. Sebab itu, diperlukan infrastruktur pendukung salah satunya berupa alat berat.
Pun begitu, anggota asosiasi kesulitan mendapatkan alat berat dalam waktu cepat. Umumnya pemesanan alat berat menerapkan skema inden, alias pembelian dengan cara memesan dan membayar tanda jadi lebih dulu. Kemudian disepakati kapan alat berat akan tiba.
“Kalau bisa ada kebijakan khusus atau bisa barang luar yang kita reconditioning agar bisa masuk cepat. Karena momentum ini nggak terlalu lama dan harus dimaksimalkan. Kalau alat produksi minim tidak akan bisa genjot produksi,” katanya.
Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) mencatat penjualan pada bulan lalu menyentuh angka 1.700 unit, di atas rata-rata bulanan pada semester II/2021 sebesar 1.400 unit.
Etot Listyono, Ketua Umum PAABI mengatakan kenaikan harga material tampaknya tak menyurutkan permintaan yang terkerek momentum tingginya harga sejumlah komoditas seperti batu bara, nikel, dan crude palm oil (CPO).
"Kalau tahun lalu [semester kedua] 1.400 per bulan , 2021 semester satu rata-rata 1.0000, naik ke 1.400. Prediksi kami [penjualan bulanan] tahun ini 1.700 pus minus," kata Etot kepada Bisnis, Jumat (18/2/2022).