Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Komoditas Belum Efektif, Kadin: Pengusaha Enggan Lirik Bidang Pangan

Kadin menilai selama ini pengusaha enggan untuk berinvestasi di sektor pangan lantaran peraturan di sejumlah pemerintah daerah saling tumpang tindih.
Karyawan bekerja di dalam gudang penyimpanan stok gula pasir milik PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Blitar, Jawa Timur, Senin (9/3/2020). Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menyatakan harga gula secara nasional berangsur naik hingga mencapai Rp16.550 per kilogram sejak Jumat (6/3/2020) kemarin, dari harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 12.500 per kilogram. ANTARA FOTO/Irfan Anshori
Karyawan bekerja di dalam gudang penyimpanan stok gula pasir milik PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Blitar, Jawa Timur, Senin (9/3/2020). Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menyatakan harga gula secara nasional berangsur naik hingga mencapai Rp16.550 per kilogram sejak Jumat (6/3/2020) kemarin, dari harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 12.500 per kilogram. ANTARA FOTO/Irfan Anshori

Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai pengusaha masih enggan untuk berinvestasi di bidang pangan lantaran ketidakpastian hukum pada sektor itu di sejumlah daerah.

Konsekuensinya, neraca komoditas untuk mengamankan pasokan bahan pangan domestik tidak berjalan efektif di tengah gejolak harga bahan baku global.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin Juan Permata Adoe meminta pemerintah untuk segera mengoptimalkan pendekatan kemitraan bersama dengan swasta untuk berinvestasi di sektor pertanian dan peternakan. Menurut dia, Holding BUMN Pangan dapat memulai investasi di sejumlah komoditas strategis yang belakangan dapat memberi kepastian usaha bagi swasta.

“Jadi neraca komoditas itu selama investasi di dalam negeri tidak didukung pemerintah melalui pendekatan public-private partnership penanaman-penanaman komoditas strategis itu tidak akan berani dijalankan oleh pengusaha,” kata Adoe melalui sambungan telepon, Kamis (17/2/2022).

Menurut Adoe, selama ini pengusaha enggan untuk berinvestasi di sektor pangan lantaran peraturan di sejumlah pemerintah daerah saling tumpang tindih atau bertentangan ihwal pengembangan komoditas strategis domestik.

“Dalam UU Pangan menanam padi beras dulu sudah ada diberikan kepada swasta untuk menanam tetapi saat ini tidak jadi menarik karena ada problematik di daerah atas kebijakan pangan di masing-masing daerah berbeda,” kata dia.

Konsekuensinya, dia menggarisbawahi, swasta cenderung takut untuk mengambil investasi di produk-produk pangan seperti beras dan tanaman hortikultura lainnya. Di sisi lain, investasi swasta untuk gula hingga daging belakangan sudah berjalan di sejumlah daerah.

“Sehingga gula gejolaknya lebih terkendali kemudian di industri daging sudah cukup terkendali,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menilai produk pangan olahan bakal menyumbang inflasi terbesar pada tahun ini akibat kenaikan harga bahan baku di tingkat global yang kembali berlanjut.

Adapun, neraca komoditas yang mengatur kuota ekspor dan impor komoditas dinilai belum efektif untuk menjaga ketahanan harga pangan domestik di tengah gejolak harga bahan baku global yang saling berkelindan.

“Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) melaporkan tahun lalu rata-rata kenaikan harga pangan 33 persen tetapi beberapa komoditas saat ini naiknya lebih tinggi bisa sampai 60 hingga 70 persen seperti gula, susu, kedelai,” kata Adhi melalui sambungan telepon, Kamis (17/2/2022).

Ihwal inflasi itu, Adhi menambahkan sebagian besar pengusaha olahan makanan dan minuman sudah mulai menaikan harga jual mereka di tingkat konsumen pada awal tahun ini. Manuver itu dinilai bakal ikut memicu inflasi yang didorong kenaikan harga pangan olahan dalam negeri.

Kendati demikian, dia menuturkan, neraca komoditas yang masih terbatas pada gula, garam, daging, beras dan perikanan relatif memberikan kemudahan untuk pengusaha melakukan penyesuaian impor bahan baku pangan di tengah fluktuasi harga internasional.

Neraca komoditas itu, kata dia, memberi efisiensi dari segi impor bahan baku untuk keperluan industri pangan olahan dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper