Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Jahja Setiaatmadja, menilai kehadiran local currency settlement (LCS) merupakan terobosan dalam mendorong efisiensi perdagangan global.
LCS merupakan mekanisme pembayaran perdagangan internasional dengan menggunakan mata uang lokal negara terkait. Saat ini, Indonesia memiliki kerja sama LCS dengan empat negara yang juga mitra dagang utama, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.
“Inisiatif ini [LCS] merupakan suatu breakthrough, suatu inovasi yang mengarah ke efektivitas dan efisiensi,” pungkas Jahja di webinar side event finance track G20 Indonesia, Rabu (16/2/2022).
Menurut Jahja, efisiensi dari LCS tercermin dari perbedaan mekanisme perdagangan ekspor dan impor. Jika menggunakan gaya lama, importir dan eksportir perlu mengonversi mata uang ke dolar Amerika Serikat (AS). Artinya harga jual dan beli berlaku menggunakan dolar AS.
Dia mencontohkan ketika importir Indonesia membeli barang dari luar negeri, mereka akan membayar dengan mengonversi rupiah ke dolar AS. Begitu pun ketika uang itu dikirimkan ke negara lain, maka dolar AS akan kembali dikonversi ke mata uang lokal negara tujuan.
“Itu berarti ada dua kali pricing yang harus ditanggung kedua belah pihak. Dengan straight forward, rupiah bisa langsung ke renminbi, ke baht, dan ke ringgit, itu hanya sekali konversi. Dan itu salah satu bentuk efisiensi,” kata Jahja.
Selain itu, implementasi LCS dapat memangkas waktu pengiriman uang. Hal ini dinilai memberikan efisiensi serta efektivitas dalam perdagangan global dan investasi.
“Global trade dan investment kalau bisa lebih efisien dan efektif tentu ini akan cepat transaksinya, lebih marak, dan lebih bermanfaat,” pungkasnya.
BCA merupakan salah satu bank yang dipercaya oleh Bank Indonesia (BI) untuk menjalankan skema pembayaran LCS antara Indonesia-Tiongkok sejak 13 Desember 2021.
Penerapan LCS bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan mata uang dolar AS, baik dalam transaksi perdagangan barang dan jasa, investasi maupun transfer valas untuk kebutuhan personal.
Sementara itu, BI melaporkan nilai transaksi menggunakan LCS terus meningkat seiring bertambahnya jumlah negara mitra. Nilai transaksi LCS Indonesia sepanjang 2021 melesat 217 persen secara tahunan menjadi US$2,53 miliar.
BI mencatat mayoritas penggunaan LCS untuk transaksi interbank mencakup 50 persen dari total transaksi 2021. Penggunaan LCS untuk perdagangan 35 persen dari total transaksi, disusul penggunaan untuk remitansi sebesar 14 persen dan investasi secara langsung sebesar 1 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan implementasi LCS akan terus ditingkatkan. Pada 2022, Perry menargetkan nilai transaksi LCS tumbuh sebesar 10 persen secara tahunan.