Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memandang enam agenda Finance Track dalam G20 2022 sangat diperlukan untuk membantu mengembalikan perekonomian global.
Keenam agenda itu adalah strategi jalan keluar untuk mendukung pemulihan (exit strategy to support recovery), mengatasi efek lanjut untuk mengamankan pertumbuhan di masa depan (addressing scarring effect to secure future growth), sistem pembayaran di era digital (payment system in digital era), keuangan berkelanjutan (sustainable finance), inklusi keuangan digital (digital financial inclusion) dan pajak internasional (international taxation).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional BI Rudy Brando Hutabarat menyoroti salah satu agenda Financial Track, exit strategy to support recovery, di mana saat ini pemulihan ekonomi global tidak merata.
Misalnya, Amerika Serikat (AS), di mana perekonomian negara tersebut kembali pulih. Dia menjelaskan, AS melakukan normalisasi kebijakan, atau yang dikenal dengan tapering dan saat ini diindikasikan akan kembali menaikan suku bunga.
"Nah, ini menjadi penting untuk kita usulkan didiskusikan, agar exit policy itu diperhitungkan dengan baik, kemudian direncanakan dengan baik, dan kemudian dikomunikasikan dengan baik," kata Rudy dalam Media Briefing Persiapan 2nd FCBD dan 1st FMCBG G20, Senin (14/2/2022)
"Artinya apa, kalau kebijakan exit strategy itu dikomunikasikan dengan baik, dikalibrasi dengan baik, dan kemudian direncanakan dengan baik, maka itu akan melindungi negara-negara berkembang yang baru pulih itu untuk lebih kuat," tambahnya.
Baca Juga
Selain itu, dia juga menyoroti Fed yang mulai melakukan tapering dan adanya kemungkinan Fed akan menaikkan suku bunga dimana tahun ini diperkirakan naik 4 hingga 5 kali.
Menurutnya, jika direncanakan dengan baik, maka dampaknya kepada negara-negara berkembang sangat terbatas.
"Kalau dampak terbatas itu di mitigasi maka negara-negara berkembang yang saat ini masih dalam tahap pemulihan, akan lebih fokus pada pemulihannya sehingga bisa pulih bersama-sama dengan negara-negara yang lebih dulu [pulih]," ungkapnya.
Negara-negara yang pulih secara bersama-sama ini tentu saja tidak hanya berdampak pada perekonomian global saja, tetapi juga pada domestik.
Dia mengatakan, jika ekonomi global mengalami pemulihan, maka permintaan ekspor akan meningkat dan harga juga ikut meningkat.
"Jadi kombinasi antara harga dan kuantitas itu mengakibatkan keuntungan bagi kita, juga untuk mendapatkan efek positif dari exit strategy yang dilakukan dengan kalibrasi yang baik, direncanakan dengan baik dan dikomunikasikan dengan baik," paparnya.