Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Dolar AS Lebih Kuat, Eksportir Enggan Gunakan LCS

Para eksportir ternyata belum berminat untuk memanfaatkan program mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) karena rendahnya mata uang lokal.
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan eksportir belum berminat untuk memanfaatkan program mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan dengan empat negara yakni China, Jepang, Malaysia, dan Thailand. 

Benny beralasan program itu cenderung mengikis keuntungan eksportir akibat nilai tukar mata uang lokal dengan negara terkait lebih lemah ketimbang nilai dolar Amerika Serikat. Konsekuensinya, eksportir cenderung melakukan transaksi dagang mengikuti harga dolar Amerika Serikat. 

Kendati demikian, Benny mengatakan program mata uang lokal itu sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh importir untuk mengamankan harga bahan baku dari potensi fluktuasi nilai tukar dolar Amerika Serikat. 

Dengan demikian, bahan baku industri yang datang dari China dan Jepang belakangan ditetapkan dengan nilai tukar rupiah. Nantinya, produk olahannya bakal diekspor ke negara di luar perjanjian LCS tersebut dengan nilai tukar dolar Amerika Serikat. 

“Untuk eksportir secara emosi masih ingin dapat Dolar Amerika Serikat karena kadang dolar Amerika Serikat ada will fall dari nilai tukar, apalagi ongkos produksinya rupiah namun incomenya dolar Amerika Serikat,” kata Benny melalui pesan WhatsApp, Rabu (16/2/2022). 

Dengan demikian, kata Benny, penerapan LCS itu mesti memerlukan waktu yang relatif panjang bagi eksportir. Di sisi lain, dia meminta pemerintah untuk memberikan insentif bagi eksportir yang ingin beralih pada program mata uang lokal itu. 

“Insentif yang diberikan dalam bentuk kurs tengah, di Bank Indonesia kan ada kurs bawah dan ada kurs atas,” kata dia. 

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) optimistis transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang lokal (local currency settlement/LCS) akan mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun ini.

Pada 2021, BI mencatat, total nilai transaksi LCS mencapai US$2,53 miliar, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai US$797 juta. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan transaksi tersebut akan tumbuh sebesar 10 persen pada 2022. 

“Pada 2021 transaksi LCS mencapai sekitar US$2,5 miliar dan tahun ini kami menargetkan naik sebesar 10 persen,” katanya dalam acara Seminar ‘Managing Risk of the Exit Policy Dynamic through More Diversified Currency to Support Global Trade and Investment’, Rabu (16/2/2022).

Perry menyampaikan jumlah tersebut didominasi oleh transaksi perdagangan yang mencapai 35 persen dari total transaksi, kemudian remitansi sebesar 14 persen dan investasi 1 persen, serta interbank for cover position sebesar 50 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper