Menjelang akhir tahun lalu, lini masa dihebohkan polemik pemberitaan mengenai pengiriman ekspor produk bijih nikel mentah (nickel ores) ke China.
Berdasarkan data open sources yang dirilis oleh layanan data Global Trade Atlas terdapat selisih tonase yang signifikan antara pencatatan oleh ekspor oleh Ditjen Bea Cukai dan pencatatan impor oleh General Administration of China Customs (GACC).
Proses validasi perihal kebenaran informasi ini masih membutuhkan waktu lagi, terutama untuk mendapatkan pernyataan resmi dari otoritas GACC apakah jenis barang yang diterima adalah benar nickel ores atau biji nikel yang sudah diolah. Selain itu, pada bulan pertama 2022 ramai pula berita pelarangan ekspor batu bara dan melonjaknya harga serta kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan wilayah lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, secara alamiah ada potensi kerawanan terjadinya penyelundupan ekspor atas komoditas strategis dengan modus diberitahukan sebagai pengangkutan barang antar pulau.
Keadaan inilah yang menjadi melatarbelakangi perlunya diterapkan pengawasan pengangkutan barang tertentu yang diangkut antar pulau melalui laut di dalam daerah pabean Indonesia. Misalnya, barang tertentu A yang diangkut dari suatu pelabuhan asal di Kalimantan menuju pelabuhan tujuan di Sumatera. Disebut barang tertentu karena tentu tidak semua barang akan diawasi tetapi hanya atas suatu barang yang penetapannya diamanatkan oleh suatu instansi teknis terkait.
Utamanya pengawasan ini bertujuan untuk optimalisasi penerimaan negara, antara lain karena atas barang tersebut tersebut terkena aturan bea keluar atau terkena ketentuan larangan atau pembatasan ekspor. Bea keluar adalah pungutan wajib yang harus dibayarkan eksportir kepada negara melalui Ditjen Bea Cukai yang besarannya ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan.
Baca Juga
Kewenangan Ditjen Bea dan Cukai untuk mengawasi pengangkutan antar pulau atas barang tertentu sebenarnta bukan hal baru karena sejatinya telah diatur dalam UU Pabean Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Agar mekanisme tersebut berjalan optimal, Ditjen Bea dan Cukai memerlukan sinerg dengan instansi pemerintah lainya, terutama yang memiliki kewenangan pengawasan laut seperti Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Polairud, TNI Angkatan Laut serta Badan Keamanan Laut.
Masing-masing memiliki kewenangan yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi kolaborasi menjadi kunci penting keberhasilannya. Sebagai ilustasi, Ditjen Perhubungan Laut dan Ditjen Bea dan Cukai telah mulai saling berbagi data dan informasi terkait dengan Surat Izin Berlayar (SIB) dan data manifes muatan kapal.
Dari sisi dukungan sarana pengawasan di laut, optimalisasi penggunaan bersama radar pantai antar instansi TNI-AL, Ditjen Hubla dan Ditjen Bea Cukai menjadi prioritas lainnya untuk segera diwujudkan untuk mengantisipasi pergerakan kapal-kapal yang berisiko tinggi membawa barang tertentu antar pulau berdasarkan kegiatan analisis bersama yang dilakukan atau dikenal dengan konsep unity of effort sinergitas di laut.
Momentum peningkatan kinerja ekspor komoditas pada 2021 mendesak untuk dijaga bersama. Penerimaan negara dari bea keluar sebesar Rp 34,6 triliun. Target penerimaan negara dari bea keluar pada APBN 2022 meningkat tiga kali lipat dengan mempertimbangkan commodities booming yang diperkirakan berlanjut pada tahun ini.
Hal itu seiring dengan ekspektasi pemulihan pertumbuhan ekonomi global serta situasi penanganan pandemi Covid-19 yang diperkirakan lebih baik.
Beberapa pokok pikiran mengenai pengawasan barang tertentu yang akan diatur antara lain penelitian dan penetapan barang tertentu; pemberitahuan pabean barang tertentu; pemuatan keberangkatan pengangkutan di atas sarana pengangkut; dan pemeriksaan pabean.
Selain itu juga mencakup kedatangan sarana pengangkut dan pembongkaran; pembatalan dan pembetulan pemberitahuan pabean barang tertentu; pengawasan serta pemblokiran.
Ditjen Bea dan Cukai bersama instansi terkait lainnya memiliki komitmen agar pelaksanaan tugas pelayanan dan pengawasan ini tetap mengutamakan sisi kemudahan bagi pelaku bisnis serta meminimalkan beban-beban biaya.
Misalnya, pelaku usaha cukup satu kali saja mengirimkan pemberitahuan kepada otoritas terkait secara elektronik. Hal ini akan difasilitasi oleh platform National Logistic Ecosystem sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
Di sisi lain kepatuhan pelaku usaha juga menjadi kunci keberhasilan pengawasan ini agar pemangku kepentingan terhindar dari pengenaan sanksi administrasi yang paling ringan berupa peringatan tertulis hingga rekomendasi pencabutan Nomor Induk Berusaha yang paling berat atau pemblokiran layanan kepabeanan.