Bisnis.com, JAKARTA – Sektor pertanian Indonesia dihadapkan pada ancaman dampak perubahan iklim yang terjadi secara global. Ketahanan pangan nasional berpeluang terpengaruh jika sistem pertanian Indonesia tidak disiapkan dengan baik.
Adapun, beberapa dampak perubahan iklim antara lain adalah cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, kekeringan, gelombang panas, dan badai tropis. Hal itu dinilai dapat mempengaruhi proses tanam dan hasil pertanian nasional.
“Cuaca ekstrem dapat sangat berdampak pada sektor pertanian. Kekeringan yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi dapat berdampak buruk pada hilangnya produktivitas tanaman,” jelas Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, dalam siaran persnya, Minggu (14/2/2022).
Menurutnya, perubahan iklim dapat mengganggu ketersediaan pangan dan mengancam ketahanan pangan. Secara sederhana, berkurangnya produksi akan mengakibatkan harga pangan menjadi lebih mahal. Kenaikan harga dapat berdampak pada akses, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
Dia melanjutkan, tingginya harga makanan bergizi merupakan faktor terbesar yang menghalangi konsumsi rumah tangga yang lebih besar dan lebih sehat, berdasarkan data WFP 2017.
Baca Juga
Data yang sama juga menunjukkan harga makanan bergizi termurah untuk rata-rata rumah tangga empat orang berjumlah Rp1.191.883 per bulan. Biaya tersebut lebih dari dua kali lipat rata-rata pengeluaran rumah tangga nasional untuk makanan pada September 2020 yang hanya Rp588.773 per bulan, berdasarkan data BPS 2020.
Volatilitas harga berdampak signifikan bagi ketahanan pangan Indonesia, karena konsumen dapat mengubah konsumsinya untuk merespons kenaikan harga. Sebab, ketika menghadapi kenaikan harga, konsumen mengurangi konsumsi makanan bergizi atau bahkan jumlah keseluruhan makanan mereka.
Penelitian CIPS tentang dampak tingginya harga pangan bagi penerima bantuan sembako, menemukan bahwa penerima bantuan lebih memprioritaskan beras daripada telur ketika menghadapi kenaikan harga dan akan lebih memilih untuk meningkatkan konsumsi mie instan.
“Oleh karena itu, masa depan sistem pangan kita bergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dan menciptakan sistem pangan yang tangguh. Menciptakan sistem pangan yang tangguh untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim harus menjadi prioritas utama bagi Indonesia,” lanjut Felippa.
Perdagangan terbuka atau open trade dapat menjadi solusi untuk beradaptasi dengan ancaman perubahan iklim yang sangat mungkin meningkat di masa depan. Perdagangan dapat membantu mendiversifikasi sumber pangan dalam periode pemulihan dari guncangan dan hal tersebut membuat sistem pangan lebih tangguh.