Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masuk menjadi salah satu pilar pembahasan dalam forum G20 tahun ini. Selain UMKM menjadi sektor strategis untuk banyak negara, dampak pandemi yang memukul mereka menjadi alasan lain memasukkannya ke dalam dialog forum G20 Indonesia tahun ini.
Beberapa pokok pembahasan yang berkaitan dengan UMKM di antaranya bagaimana mendorong akses keuangan yang lebih inklusif untuk sektor ini hingga memanfaatkan perkembangan teknologi. Semua agenda ini tentu menjadi penting dilakukan dalam upaya mendorong proses pemulihan dan keberlanjutan sektor tersebut.
Agenda lain yang tidak boleh terlewatkan dalam forum G20 Indonesia, yaitu mendorong akses pasar global untuk UMKM. Bisa dikatakan sebagai isu utama untuk Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa masih terbatasnya partisipasi UMKM nasional dalam jaringan bisnis global.
Studi yang dilakukan oleh Wignaraja menunjukkan kontribusi jumlah UMKM Indonesia yang terlibat dalam produksi global hanya 6,3%, jauh di bawah Malaysia (46,2%), Thailand (29,6%), Vietnam (21,4%) dan Filipina (20,1%).
Data World Bank Enterprises Survey (2015) juga menyebutkan jumlah perusahaan kecil yang memiliki sertifikat mutu internasional hanya 2% sementara perusahaan menengah 11%. Jumlah ini jauh di bawah Malaysia India, dan China.
Diperburuk lagi dengan rendahnya pemanfaatan teknologi informasi seperti website oleh para UMKM, karena hanya 13% dari total usaha yang memilikinya. Angka ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara peers seperti Thailand, Malaysia, India atau China yang sudah mencapai 41%, 25%, 31%, dan 55%.
Baca Juga
Tak heran pertumbuhan ekspor UMKM selama tiga tahun terakhir mengalami tren menurun. Kontribusi UMKM terhadap total ekspor pun hanya bergerak di kisaran 15%. Jika dibandingkan dengan negara peers kontribusi ekspor UMKM juga relatif rendah. Kontribusi ekspor untuk UMKM mencapai 14% atau masih di bawah Malaysia (17%), Filipina (25%), Thailand (28%), India (40%), dan China (65%)
Relatif rendahnya kontribusi ekspor UMKM nasional tentu disayangkan. Apalagi studi menunjukkan UMKM yang memanfaatkan akses ekspor mempunyai kecenderungan memiliki performa usaha yang lebih baik dibandingkan dengan yang hanya fokus pada pasar domestik.
Kajian US International Trade Commission (UITC) menyebutkan UMKM yang mengekspor produknya mengalami peningkatan pendapatan perusahaan hingga pendapatan pekerja.
Tren penurun ekspor juga bertolak belakang dengan semangat pemerintah yang ingin mendorong meningkatnya pangsa ekspor UMKM hingga 17% pada 2024. Alhasil momentum G20 seharusnya bisa digunakan sebagai ajang untuk menyusun agenda dan strategi untuk mencapai target ini.
Hambatan perdagangan menjadi salah satu isu yang perlu diangkat. Sebagai catatan, negara-negara tujuan ekspor memiliki variasi dalam menerapkan hambatan dagang seperti kuota Impor, persyaratan kandungan lokal, dan praktik pengadaan publik atau kebijakan non proteksionisme.
Di sisi lain kebijakan non-tariff measure (NTM) yang jamak dilakukan adalah mengenakan berbagai standar produk, baik yang bersifat wajib, umum atau khusus. Penerapan berbagai jenis standar yang berbeda tersebut menjadi salah satu kendala produsen ekspor UMKM. Hal ini pada akhirnya menghambat arus ekspor, terutama dari UMKM yang berkemampuan lebih terbatas.
Berbagai trade barrier ini justru banyak dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam G20. Sejak 2010 tingkat restriksi perdagangan di negara-negara G20 justru melonjak (Evenett, et all, 2016). Jadi, agenda pembahasan mengenai tarif dagang dan penyesuaian ketentuan dalam NTM bagi produk UMKM jangan sampai terlewatkan.
Hal ini sekaligus bisa dijadikan sebagai tindak lanjut inisiasi dari forum G20 sebelumnya di Riyadh yang mendorong adanya aksi G20 untuk pemulihan dan fasilitasi perdagangan terutama, untuk UMKM.
Selain penyampaian agenda, pada saat yang sama pemerintah juga memerlukan beberapa strategi dalam mendorong akses pasar yang lebih luas untuk UMKM. Untuk akses pembiayaan pasar ekspor misalnya, bisa dengan meningkatkan proporsi pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Realisasi pembiayaan ekspor oleh LPEI untuk sektor tersebut relatif kecil dan hanya berada di kisaran 15% terhadap total pembiayaan yang dilakukan oleh institusi itu selama lima tahun terakhir. Selain itu, mengoptimalkan peran perwakilan di luar negeri untuk memacu ekspor UMKM, antara lain melalui Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).
Harus diakui tidak mudah mendorong ekspor UMKM karena permasalahan dan tantangannya berasal dari internal maupun eksternal suatu negara. Jadi, KTT G20 tahun ini bisa dijadikan sebagai momentum bersama dalam mendorong dialog untuk memperluas akses pasar yang lebih luas untuk UMKM sembari menata strategi peningkatan ekspor.