Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan rumah pada kuartal pertama tahun ini diprediksi jeblok dibandingkan dengan 3 bulan terakhir tahun lalu, menurut analisa Indonesia Property Watch (IPW).
Dalam perbincangan dengan Bisnis, CEO IPW Ali Tranghanda mengungkapkan setidaknya terdapat tiga faktor yang menyebabkan penurunan penjualan rumah pada Januari hingga Maret 2022 quarter-to-quarter (qtq).
Faktor pertama, ungkapnya, stok rumah siap huni makin tipis. Padahal rumah siap huni itulah yang mendapatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP).
Kedua, bisnis dan perekonomian dalam keadaan makin tertekan setelah munculnya varian baru corona Omicron yang membuat pembatasan mobilitas masyarakat kembali diperketat.
Sumber: Indonesia Property Watch
Ketiga, perpanjangan insentif PPN DTP tahap ketiga melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 06/2022 baru diterbitkan pada 2 Februari 2022 dan disosialisasikan pada 6 Februari, padahal Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengumumkan secara lisan keputusan perpanjangan itu pada akhir Desember 2021.
Pemerintah memberlakukan insentif PPN DTP properti sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pertama kali pada 1 Maret tahun lalu.
Baca Juga : Menguji Taktik Jitu Kurangi Backlog Perumahan |
---|
Ketika itu ditetapkan bahwa hunian tapak ataupun vertikal, termasuk juga rumah kantor (rukan) dan rumah toko), yang ditransaksikan dengan harga maksimal Rp2 miliar mendapatkan insentif PPN sebesar 100 persen, sedangkan untuk harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar mendapat PPN DTP 50 persen.
Kebijakan tersebut, yang hanya diberlakukan untuk yang siap huni, semula berakhir pada 31 Agustus 2021, tetapi kemudian diperpanjang hingga 31 Desember 2021.
Menjelang akhir Desember tahun lalu, Airlangga mengumumkan keputusan pemerintah bahwa stimulus fiskal untuk properti akan dilanjutkan hingga Juni 2022, tetapi besarannya PPN DTP-nya hanya separuh dari yang berlaku sebelumnya.
Dengan demikian, untuk hunian tapak ataupun vertikal yang ditransaksikan dengan nilai maksimal Rp2 miliar akan mendapatkan insentif PPN DTP 50 persen, sedangkan untuk yang ditransaksikan dengan kisaran harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar akan mendapatkan PPN DTP 25 persen.
Namun sayangnya, PMK mengenai perpanjangan pemberlakuan stimulus tersebut baru ditandatangani pada 2 Februari 2022 dan baru disosialisasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu pada 6 Februari 2022 meski kabar baiknya adalah pemberlakuannya hingga September, bukan Juni 2022.
Persoalannya, ada waktu selama sebulan yakni pada Januari lalu para petugas pajak di lapangan tidak bersedia memberikan insentif dimaksud, karena memang ketika itu belum ada PMK-nya yang menjadi dasar legakl untuk memberikan PPN DTP untuk transaksi hunian.
Baca Juga : 4 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Sewa Rumah |
---|
Salah satu masalah yang menjadi sorotan Ali dalam PMK No. 06/2022 adalah tidak secara spesifik mengizinkan pemberian fasilitas PPN DTP untuk penjualan hunian secara inden.
Secara teknis konstruksi, waktu selama 9 bulan yakni hingga 30 September 2022 memang memungkinkan untuk menyelesaikan proyek hunian hingga memenuhi status ready stock.
Persoalan baru, di PMK itu disebutkan developer harus mendaftarkan proyek mereka ke Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) paling lambat akhir bulan depan. Sementara, salah satu syarat dalam pengisian SIMBG itu yakni harus ada Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Masalah jadi rumit karena hampir semua pemerintah daerah belum menyiapkan peraturan daerah mengenai PBG.
Keadaan seperti itu membuat Ali memprediksi penjualan rumah sepanjang 3 bulan pertama 2022 ini akan lebih rendah dibandingkan dengan Oktober hingga Desember tahun lalu.
“Di satu sisi rumah siap huni stoknya makin terbatas, sedangkan di sisi lain pembangunan baru belum dapat direalisasikan akibat terganjal ketiadaan perda mengenai PBG di hampir semua daerah,” kata Ali.
Tren penurunan penjualan rumah sepanjang 3 bulan pertama tahun ini juga makin kuat lantaran sudah waktu sebulan yang terbuang akibat pemberian insentif PPN DTP tak bisa direalisasikan akibat PMK-nya ketika itu belum ditandatangani.